Bantul tunggu kenaikan alokasi elpiji bersubsidi

id Elpiji

Bantul tunggu kenaikan alokasi elpiji bersubsidi

Ilustrasi elpiji (Foto Antara)

Bantul (Antaranews Jogja) - Dinas Perdagangan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih menunggu kepastian dari pemerintah pusat mengenai kenaikan alokasi elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram dari PT Pertamina.

Kepala Dinas Perdagangan Bantul Subiyanta Hadi di Bantul, Selasa, mengatakan di awal 2018 sudah mengusulkan kenaikan alokasi elpiji ke Pertamina namun sampai saat ini belum ada kepastian atau surat resmi terkait realisasinya.

"Memang ada rencana kenaikan elpiji, namun secara otentik kita mesti diberitahu dulu melalui Pemda DIY bahwa jatahnya sekian, tetapi sejauh ini saya lacak belum ada suratnya, saya sudah koordinasi dengan Pertamina dan diminta nunggu suratnya saja," katanya.

Ia mengaku belum mengetahui alasan belum ada kepastian mengenai kenaikan jatah elpiji tiga kilogram untuk Bantul meski telah diusulkan sebelumnya, namun menurutnya hal itu tidak menjadi persoalan karena sejauh ini tidak ada gejolak.

"Karena memang subsidi pemerintah ini kan tidak hanya di gas saja, bukannya karena defisit anggaran, tapi mudah-mudahan jatahnya naik, cuma seberapa naiknya ini yang masih kita tunggu, mudah-mudahan tidak lama lagi," katanya.

Subiyanta mengatakan karena belum ada kepastian kenaikan jatah elpiji untuk 2018, maka alokasi bulanan gas "melon" pada tahun 2018 masih mengacu pada jatah yang diberikan Pertamina pada bulan Desember 2017 atau sebanyak 748.320 tabung.

"Kalaupun alokasinya sama pun kita tidak ada masalah, sama kemudian kalaupun terjadi kekurangan bisa dilakukan dengan operasi pasar itu atau penambahan secara fakultatif, namun sejauh ini tidak ada persoalan, masyarakat masih bisa memperoleh gas," katanya.

Ia mengatakan yang menjadi masalah tersebut justru rumah tangga menengah ke atas atau yang seharusnya tidak berhak menggunakan elpiji tiga kilogram, namun menggunakan bahan bakar bersubsidi itu, sehingga berdampak pada ketersediaan di pasaran.

"Justru gejolak itu muncul dari mereka yang tidak berhak memakai itu namun kesulitan memperoleh gas, padahal seharusnya kalangan menengah itu tidak memakai. Dan saya lihat masih banyak masyarakat yang seharusnya tidak memakai gas melon," katanya.
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024