Akademisi: teater nasional jangan bergantung sponsor

id Teater

Akademisi: teater nasional jangan bergantung sponsor

Ilustrasi- Teater Pelacur Pertunjukan teater bertajuk "Pelacur dan Sang Presiden" produksi teater "GeR@k" STAINU Kebumen digelar di area parkir terpadu kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Senin(28/1). Teater karya Ratna Sarumpaet dan disutradarai oleh Fauzi Mahfud ini Pernah diangkat dalam sebuah film berjudul "Jamila dan sang Presiden" pada tahun 2009 dan memenangkan Festival Film Asia di kota Vesoul, Prancis. Foto ANTARA/Febrian Zulkarnain/ags/13.

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Faruk HT mengharapkan pementasan karya-karya seni teater para seniman nasional tidak bergantung dengan ada atau tidaknya sponsor yang datang.

"Sudah seharusnya teater sebagai karya seni tidak terlalu terpengaruh dengan ada atau tidaknya sponsor," kata Faruk saat berbicara dalam acara Dialog Budaya di Rumah Budaya Emha Ainun Najib, Yogyakarta, Minggu sore.

Pakar Ilmu Budaya UGM ini mengkritik teater modern nasional pascaera generasi Teater Gandrik serta Teater Dinasti cenderung kehilangan arah idealisme dalam berkesenian. Teater tidak lagi menitikberatkan pada naskah, pemikiran, serta kritik sosial melainkan pada sponsor.

"Pentas-pentas (teater) sekarang yang penting ada sponsornya. Kalau tidak ada sponsor ya tidak tampil," kata dia.

Fenomena itu, menurut dia, diakibatkan munculnya iklim ekonomisasi karya hampir di semua lini termasuk seni teater sehingga segala sesuatu diukur dengan uang, selain juga iklim politik yang ikut memengaruhi.

"Ada kecenderungan juga kita kehilangan isu. (dalam berkarya) kita mau mengatakan apa dan terobsesi masalah apa seolah sudah susah," kata Faruk.

Pada era 70-an, menurut dia, banyak karya teater yang selain mampu memberikan kritik sosial mendalam, di sisi lain juga mampu mengemas ke dalam pertunjukan yang memikat.

Ia mencontohkan, teater era 70-an berjudul "kelahiran" karya Tertib Suratmo mampu memberikan kritik sosial yang tajam mengenai hubungan masyrakat tradisional dan perkotaan. Karya teater yang akan ditampilkan kembali di Taman Budaya Yogyakarta pada Minggu (22/4) malam itu menggambarkan bagaimana perbedaan mencolok antara masyarakat kota dan desa dalam menyikapi peristiwa kelahiran.

Sementara itu, Budayawan Emha Ainun Najib mengatakan karya-karya seni termasuk teater dapat menjadi pemantik munculnya karya-karya yang inovatif bagi bangsa.

"Kalau bisa kesenian menjadi `kaca benggala` para inovator untuk membuat karya yang inovatif," kata budayawan yang akrab disapa Cak Nun ini.



(T.L007)