Legislator menyayangkan serikat buruh berpolitik praktis

id dpr

Legislator menyayangkan serikat buruh berpolitik praktis

ilustrasi gedung DPR RI (antaranews.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning menyayangkan masih adanya serikat buruh yang melakukan politik praktis dengan menyatakan mendukung calon presiden tertentu dalam aksi Hari Buruh Sedunia (May Day), Selasa.

"Sayang, beberapa serikat buruh mulai berpolitik praktis dengan dimulai mendukung salah satu pasangan dalam Pilgub DKI, bahkan dengan menggunakan taktik isu SARA, dan sekarang, ada serikat buruh mendukung salah satu bakal calon presiden untuk Pemilu 2019," kata Ribka dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Ribka mengatakan keterlibatan serikat buruh dalam politik praktis selain dapat mengundang politik transaksional, juga hanya akan melemahkan gerakan buruh itu sendiri.

"Harusnya gerakan buruh menjadi kekuatan politik alternatif, ditengah peran parpol yang tidak maksimal dalam memperjuangkan kepentingan kaum pekerja," kata Ribka.

Ribka mengingatkan sejarah peringatan May Day, adalah peringatan kemenangan kaum buruh memperjuangkan tuntutan delapan jam bekerja sehari, pada tahun 1886 di Amerika Serikat.

Di Indonesia, kata dia, May Day sudah diperingati sebelum Republik Indonesia berdiri sampai orde lama.

Sementara pada masa orde baru peringatan May Day dilarang, hingga pada tahun 1995 buruh yang melakukan peringatan itu ditangkap dan mengalami sejumlah tindak kekerasan dari aparat masa itu, seperti ditabrak motor trail, dipukul dan ditendang.

Kemudian, lanjut dia, memasuki reformasi, buruh boleh berserikat dan melakukan aksi mogok kerja. Di era reformasi pula tumbuh banyak serikat buruh yang berani menuntut haknya.

"Era keterbukaan politik adalah jembatan bagi gerakan buruh untuk membesar dan mampu memperjuangkan hak-hak pekerja," jelas dia.

Ribka menilai serikat buruh semestinya tidak berpolitik praktis. Dia menekankan masih banyak "pekerjaan rumah" bagi gerakan buruh, seperti menuntut penghapusan buruh outsourcing, menolak upah murah (penghapusan PP No 78Tahun 2015), menolak kriminalisasi buruh, hingga menuntut pengusutan kembali kasus kematian Marsinah.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024