Disbud kembangkan desa budaya menjaga tradisi

id kembangkan desa budaya,disbud gunung kidul

Disbud kembangkan desa budaya menjaga tradisi

Festival Kampung Wisata budaya, dok (Foto ANTARA/Isroviana/agas)

Gunung Kidul (Antaranews Jogja) - Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengembangkan desa budaya untuk menjaga tradisi dan khasasanah budaya yang ada agar bisa terjaga dengan baik.

"Tahun ini, di Gunung Kidul ada 15 desa budaya dan 14 desa rintisan budaya, dan satu kantong budaya tahun ini," kata Kepala Dinas Kebudayaan Gunung Kidul Agus Kamtono di Gunung Kidul, Selasa.

Ia mengatakan nantinya kantong budaya dan rintisan akan naik jika sudah dilakukan evaluasi. Untuk masuk ke ke desa budaya harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya segi arsitektur, banggunan Jawa harus ada, kedua kuliner khas dari tempat atau daerah tersebut harus ada, lalu adat istiadat, mainan tradisional masih ada, dan juga kesenian.

"Budaya harus tetap terjaga di daerah tersebut, misalnya daur hidup mulai adat," katanya.

Agus mengatakan rintisan desa budaya dan kantong budaya yang tingkatnya di bawah desa budaya menjadi kewenangan Dinas Kebudayaan di kabupaten. Disbud juga akan membuat buku panduan mengenai tata cara tradisional.

"Untuk Desa budaya juga akan didukung, salah satunya dengan bantuan gamelan, selain program atau kegiatan," katanya.

Ketua Dewan Kebudayaan Gunung Kidul CB Supriyanto mengatakan sebanyak 15 desa budaya di Kabupaten Gunung Kidul didampingi 24 pendamping dari provinsi.

"Adapun kendala teknis, pendamping terkadang sibuk dengan aktivitas lain," katanya.

Oa mengatakan saat ini dari 144 desa yang ada di Gunung Kidul udah ada 15 desa yang masuk kategori desa budaya. Untuk rintisan ada 14 rintisan desa budaya, dan 115 masuk kantong desa budaya.?

Adapun desa budaya, harus dilandasi kegiatan tradisi yang sudah ada dan dilakukan turun temurun mulai dari kesenian dan permainana tradisional, kegiatan bahasa sastra dan aksara, kerajinan industri kuliner dan obat tradisional, arsitektur bangunan dan warisan budaya.

"Desa budaya harus dilandasi budaya minimal ada lima adat dan tradisi," katanya.

Ia? mencontohkan setiap desa masih mempertahankan tradisi siklus hidup, mulai upacara-upacara kehamilan, yaitu upacara mitoni (7 bulanan), upacara Mmndhem Aai-ari (plasenta), upacara brokohan (menyambut warga baru/ bayi baru), upacara puputan atau dhautan (copotnya tali pusar), upacara aepasaran (bayi sudah berusia 5 hari) hingga selapanan (bayi berusia 35 hari).

"Tradisi kematian itu ya tujuh hari hingga seribu hari," bebernya.

Dia mengatakan meski penduduk di dalam desa budaya ada yang tak melaksanakan kegiatan tersebut tidak boleh dipaksakan. Kegaiatan budaya ini sudah diatur dalam Perda Istimewa.

"Ditegaskan kembali, jika tradisi budaya itu berbeda dengan agama. Agama baru hadir sekitar abad ke 7, sementara tradisi sudah sejak nenek moyang," imbuh dia.