Presiden Jokowi diminta menegur Menkumham terkait RUU Terorisme

id hidayat

Presiden Jokowi diminta menegur Menkumham terkait RUU Terorisme

Hidayat Nur Wahid (istimewa)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid meminta Presiden menegur Menkumham karena beberapa kali meminta penundaan pembahasan revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang sedang dibahas di Panitia Khusus.

"Menkumham beberapa kali menyurati DPR untuk meminta penundaan pembahasan RUU Terorisme. Karena itu Presiden Jokowi harus menegur Menhumham dan diselesaikan di internal eksekutif," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Ketua Pansus revisi UU Anti-terorisme M. Syafi'i sudah menjelaskan bahwa keterlambatan pembahasan revisi UU tersebut masalahnya ada di sisi pemerintah.

Karena itu, dia meminta internal pemerintah menyelesaikan masalah tersebut sehingga Presiden jangan mengeluarkan pernyataan yang terkesan mengancam yaitu ingin mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Seharusnya Presiden Jokowi jangan mengancam akan mengeluarkan pernyataan akan membuat Perppu. Dan seharusnya menegur Menkumham, kenapa meminta penundaan," ujarnya.

Hidayat yang juga politisi PKS itu menilai seharusnya pemerintah menyelesaikan secara internal, misalnya meminta Menkumham mencabut surat penundaan dan membuat surat baru yang menyatakan siap membahas revisi UU Anti-terorisme.

Sementara itu, terkait konten revisi UU tersebut, dia menilai semangat yang ada adalah memberantas terorisme tanpa melakukan teror yang lain sehingga harus berdasarkan aturan yang berlaku.

"Di satu pihak harus mengamankan NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan keberagaman namun produk hukum yang dihasilkan jangan melegalkan represifitas negara terhadap warga negara," katanya.

Hidayat tidak ingin dengan alasan terlibat terorisme, seseorang ditangkap tanpa ada proses hukum dan alasan yang kuat. Dia tidak ingin negara Indonesia kembali kepada otoritarianisme dengan dalih melawan terorisme.

"Saya secara prinsip menegaskan bahwa terorisme tidak dibenarkan oleh agama, UUD 1945 dan Pancasila namun memberantasnya jangan dengan memunculkan teror yang lain," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendesak kepada DPR RI dan sejumlah kementerian terkait untuk segera menyelesaikan RUU Tindak Pidana Terorisme.

"Saya juga meminta kepada DPR dan kementerian-kementerian yang terkait yang berhubungan dengan revisi undang-undang tindak pidana terorisme yang sudah kita ajukan pada bulan Februari 2016 yang lalu," kata Presiden Jokowi di JI Expo Jakarta pada Senin usai menghadiri peresmian Rakornas Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pusat, dan Daerah Tahun 2018.

Menurut Presiden, DPR RI dapat menyelesaikan RUU tersebut pada sidang mendatang, yaitu 18 Mei 2018.

Jokowi menjelaskan undang-undang itu nantinya dapat memperkuat Polri untuk melakukan penindakan dan pencegahan terhadap terorisme.

"Kalau nantinya di bulan Juni pada akhir masa sidang hal ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan perppu," tegas Presiden.

Ketua Pansus revisi UU Antiterorisme M. Syafi'i mengatakan pembahasan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah 99 persen, hanya tinggal 1 ayat dalam Pasal 1 ketentuan umum yaitu definisi terorisme.

"Kami minta pemerintah agar UU ini memberikan definisi yang jelas apa yang disebut terorisme," kata Ketua Pansus revisi UU Antiterorisme M. Syafi'i di Jakarta, Senin (14/5).

Dia menjelaskan ketika semua pembahasan selesai dan tinggal menyelesaikan definisi terorisme, pemerintah tiba-tiba tidak setuju ada definisi.

Namun, menurut dia, DPR tetap menginginkan adanya definisi terorisme karena tidak ada logikanya ketika kita persoalkan terorisme namun tidak tahu siapakah terorisme tersebut.

Dia mengatakan pemerintah sudah dua kali meminta agar adanya penundaan dalam pembahasan revisi UU tersebut sehingga dirinya meminta Presiden mendesak tim panja pemerintah untuk menggunakan logika hukum merumuskan definisi terorisme. 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024