Bantul tolak 14 permohonan pengembangan perumahan

id perumahan

Bantul tolak 14 permohonan pengembangan perumahan

Salah satu pengembangan perumahan di Kabupaten Bantul, DIY (Foto ANTARA/Sidik)

Bantul (Antaranews Jogja) - Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2018 menolak 14 permohonan pengembangan perumahan maupun pembangunan fisik lainnya karena lokasi yang dipilih tidak sesuai peruntukannya.

"Dari sekitar 1.700-an permohonan yang masuk ke kami itu yang saya tolak cuma 14 permohonan, itu karena lokasinya lahan hijau untuk dijadikan sebuah bangunan," kata Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Bantul Isa Budi Hartomo di Bantul, Kamis.

Pihaknya tidak merinci permohonan pembangunan di wilayah mana yang ditolak tersebut, akan tetapi izin ditolak karena sesuai Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang, lokasi yang diinginkan masuk dalam zona hijau atau lahan produktif untuk pertanian.

Untuk diketahui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul sendiri saat ini sedang berupaya mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke kegiatan non-pertanian, sebagai upaya mempertahankan lahan pangan berkelanjutan.

"Dari 14 permohonan itu ada yang baru proses pengajuan, namun ada yang sudah proses pembangunan. Kalau yang proses membangun ya harus berhenti. Kemudian kita arahkan ke wilayah-wilayah yang sesuai peruntukannya," katanya.

Isa Budi Hartomo mengatakan, meski ada 14 permohonan pengembangan perumahan yang ditolak, namun pihaknya tidak sependapat bahwa pengembang yang masuk ke Bantul mayoritas tidak taat aturan, sebab jumlahnya hanya sebagian kecil dari semua pengajuan.

"Bayangkan betapa patuhnya orang-orang kita itu, karena dari 1.700 yang saya tolak cuma 14 karena pokoknya tidak sesuai peruntukkannya. Intinya masyarakat kita patuh dan kalau ada anggapan banyak pelanggaran tata ruang itu terlalu di-`blow up` menurut saya," katanya.

Menurut dia, masih adanya permohonan pengajuan perumahan yang tidak sesuai peruntukkan itu karena diakui informasi mengenai tata ruang di wilayah Bantul belum sepenuhnya difahami masyarakat, sehingga prosedurnya terkesan rumit.

"Masalahnya itu satu, tata ruang yang ruwet, makanya baru mau saya buat yang gampang, agar kalau mau melangkah bisa sesuaikan kebutuhannya. Misalnya mau bangun rumah itu dimana baru beli, jangan beli dulu tanpa lihat tata ruangnya," katanya.