BPPTKG uji laboratorium material letusan freatik

id Letusan merapi

BPPTKG uji laboratorium material letusan freatik

Kondisi Gunung Merapi. Foto ANTARA/santosa

Yogyakarta (Antaranews Jogja - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi melakukan uji laboratorium terhadap material hasil letusan freatik Gunung Merapi sejak letusan pada 11 Mei hingga letusan pada Senin (21/5).

"Uji laboratorium ini akan menunjukkan apakah ada jenis material baru yang ikut terbawa dalam material letusan freatik kemarin," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, BPPTKG sudah memperoleh hasil analisa dari sampling material letusan freatik berupa abu dan pasir yang terjadi pada 11 Mei. Dari letusan tersebut, tidak ditemukan adanya jenis material baru.

Keberadaan jenis material baru, lanjut Agus, dapat menjadi indikasi adanya migrasi magma ke permukaan atau menunjukkan gejala terjadinya letusan magmatis dan bukan lagi masuk dalam kategori letusan freatik.

"Sisa material yang sudah diuji di laboratorium menunjukkan bahwa material tersebut sama seperti sisa erupsi besar 2010. Tidak ada material jenis baru yang terbawa," katanya.

Meskipun demikian, BPPTKG masih melakukan uji laboratorium terhadap sampling material hasil letusan freatik pada Senin (21/5) dan berharap hasil uji laboratorium tersebut dapat segera diketahui.

Selain melakukan uji laboratorium terhadap sampling material vulkanik hasil letusan freatik, pemantauan terhadap aktivitas Gunung Merapi juga terus dilakukan, salah satunya pada kondisi suhu di kawah.

Agus menyebut, suhu di pusat kawah Merapi masih cukup tinggi yaitu mencapai sekitar 75 derajat celcius dari suhu normal sekitar 40 derajat celcius.

Meskipun demikian, emisi SO2 yang keluar dari sulfatara masih dalam tingkat rendah jika dibandingkan dengan emisi yang terjadi saat letusan freatik pada 11 Mei.

Sedangkan status waspada yang saat ini ditetapkan untuk Gunung Merapi, lanjut Agus, bukan merupakan status kritis tetapi semata-mata dilakukan karena ada peningkatan aktivitas berdasarkan satu atau lebih parameter.

"Status ini ditetapkan untuk mengantisipasi jika ada peningkatan aktivitas. Kami pun belum tahu apakah akan terus meningkat hingga terjadi letusan atau tidak," katanya.

Sedangkan status siaga ditetapkan apabila sudah masuk masa kritis dan berdasarkan data pengamatan dapat diambil kesimpulan akan diikuti erupsi yang membahayakan masyarakat.

"Dan status awas ditetapkan jika data pemantauan menunjukkan akan terjadi letusan dalam waktu dekat meskipun tidak dapat ditentukan akan terjadi dalam hitungan jam, hari atau minggu," katanya.

 
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024