Pesantren Menulis Nusantara hadir di Ponpes Mambaul Ulum

id Pesantren,Menulis

Pesantren Menulis Nusantara hadir di Ponpes Mambaul Ulum

Suasana kegiatan Pesantren Menulis Nusantara Keliling 10 Kota di Ponpes Mambaul Ulum, Lombok Tengah. (Foto istimewa)

Lombok Tengah, NTB (Antaranews Jogja) - Pesantren Menulis Nusantara Keliling 10 Kota di Nusa Tenggara Barat (NTB) hadir di Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Ulum, Lombok Tengah.
 
Di sudut wilayah NTB itu tim yang terdiri atas Yunus Hanis Syam (penulis), Ananta Damarjati (penulis), dan Donny Hervandi (musikus) berbagi tentang proses kreatif dalam dunia kepenulisan bersama santri. 

Para pengasuh pesantren, ustaz, dan santriwan-santriwati yang ada di Mambaul Ulum begitu antusias sejak awal mengikuti kegiatan itu. 

Apalagi saat Donny Hervandi (Heva) membuka acara dengan gitar tunggal membawakan lagu tema berjudul "Pesantren Keliling" ciptaannya.

Heva seperti membuang rasa haus para santri, yang seketika ikut bernyanyi meski belum hapal benar.

"Santri Ponpes Mambaul Ulum sudah terbiasa dengan dunia literasi, tetapi tak punya kepercayaan diri yang cukup untuk mulai menulis," kata Jamil, salah satu pengurus Ponpes Mambaul Ulum, dalam rilis yang diterima di Yogyakarta, Selasa.

Ananta Damarjati, tim pemateri kepenulisan yang juga aktif di Gerakan Indonesia Menulis membagikan pengalaman menulis. Setiap penulis memiliki jalan proses kreatif.

Ananta mengatakan bahwa rasa tak percaya diri pasti ada, namun itulah yang kemudian menjadi penghambat terbesar. "Perasaan seperti itu harus segera dihilangkan" katanya. 

Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan, salah satu di antara santri Mambaul Ulum ada yang diajak untuk serius bikin buku. "Kami akan lihat dulu tulisannya, yakinlah bisa menulis," kata Ananta.

Yunus Hanis Syam yang mengisi sesi selanjutnya, hadir dengan gaya khas yang kocak  segar. Sesi yang penuh canda tawa ini, Yunus mengarahkan seluruh peserta untuk langsung merasakan sendiri bagaimana menulis itu. 

Peserta diajak untuk menuliskan apapun yang ada dalam benak mereka, hanya dalam waktu 10 menit. Antusiasme peserta terlihat begitu tinggi tatkala mereka diberi waktu untuk membuat karya tulis secara bebas. 

Salah seorang santriwati bernama Ratna begitu diberikan kesempatan untuk merespons materi kepenulisan yang disampaikan mengaku senang dan termotivasi menulis. 

"Belum pernah sebelumnya kami mendengar membuat buku itu mudah. Yang kami tahu (membuat buku) itu susah dan butuh waktu lama," kata Ratna. 

Saat Yunus mengoreksi beberapa karya peserta mencatat bahwa sebagian besar peserta memilih menulis puisi, cerpen, dan beberapa selain itu adalah esai bebas. 

Yunus yang sudah memiliki beragam judul buku karyanya dengan beragam topik lantas menjelaskan bahwa dalam menulis harus ada perbedaan bahkan pemisahan secara jelas, mana kalimat yang harus diakhiri titik dan mana yang koma. Begitupun pemakaian tanda baca lain.

"Hal sepele sepertinya, tetapi membantu pembaca bisa memahami secara utuh tulisan kita, intisari buku, karya puisi maupun esai yang ditulis," kata Yunus. 

Selain oleh Yunus, sesi koreksi yang diiringi musik lirih dari Heva juga dilakukan Ananta. 

Ananta yang lebih menekankan kepada proses kreatif dalam menulis, memberi masukan kepada para santri untuk meletakkan "fokus" di depan dan paling pertama. 

"Penulis novel Ayat-Ayat Cinta, Kang Abik, harus mengalami kecelakaan dulu, baru setelahnya lumpuh dan baru bisa fokus menulis buku, kemudian bukunya 'best seller'," kata Ananta. 

Secara logika, ia memberikan paparan pentingnya pengalaman menulis orang lain diketahui. Fokus menulis sangat penting agar pembaca memahami maksud dan tujuan tulisan. 

"Apa kawan-kawan harus kecelakaan dulu baru mau fokus, atau pengen belajar fokus mulai dari sekarang?," kata Ananta. 

Di sesi tanya jawab berikutnya, Yunus Hasyim kembali menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari peserta. Yunus bercerita bagaimana dirinya pernah hidup "serasa tak berguna" sebelum akhirnya ia mulai menulis dan merasa percaya diri kembali. 

"Saya pernah divonis mati, kuburan sudah siap, beras di rumah sudah terkumpul 7 kuintal, tetapi selang beberapa saat saya hidup lagi. Orang-orang pada takut dan menjauhi saya," kata Yunus.

Mereka takut, dirinya merasa sendirian dan berpikir untuk mati, lagi. Namun, ternyata tidak kunjung mati kedua kalinya, sampai akhirnya ada kesempatan bertemu dengan dunia ini, dunia tulis menulis. 

"Dunia ini mengembalikan rasa percaya diri saya yang telah lama hilang. Sampai hari ini,” kata Yunus. 

Cerita tersebut langsung disambut meriah oleh para peserta. Di akhir acara, para peserta menyatakan secara langsung ketertarikan mereka untuk membuat buku.

Yunus juga memberi saran agar sebaiknya, peserta, berapapun jumlahnya, membikin semacam WA Group untuk menindaklanjuti acara hari ini.

"Harus ada tindak lanjut. Minimal, saya ingin melihat salah satu dari santri yang ada di Mambaul Ulum Lombok Tengah ini menjadi penulis level nasional," kata Yunus.

Pesantren Menulis Keliling 10 Kota di NTB berlangsung selama Ramadhan 1439 Hijriah. Tim membuka kesempatan kerja sama untuk pelatihan menulis serta membuat buku kepada santri, guru, mahasiswa, penyelenggara pemerintahan, kepolisian, dan pemerintah daerah agar bisa menulis dan berbagi gagasan lewat karya tulis seperti buku baik fiksi maupun buku ilmiah. 

Tim pemateri yang berasal dari elemen ahli dalam bidang menulis bergerak ke pelosok untuk mengenalkan bagaimana membuat karya tulis baik fiksi seperti novel, cerita pendek, puisi maupun naskah film yang siap diproduksi untuk khalayak. 

Pesantren Menulis Nusantara Keliling 10 Kota di NTB telah berbagi ilmu tentang dunia kepenulisan di Lombok Barat, Mataram, Bima, dan Lombok Timur.

Beberapa tim pemateri pelatihan/workshop adalah pakar dan ahli dalam bidangnya seperti Ahmad Bahar (penulis buku "best seller", Direktur Solusi Publishing), Darmawan Budi Suseno (penulis, motivator), R Toto Sugiharto (wartawan, novelis), dan Abiedah El Khalieqy (penulis novel, sastrawan).
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024