FPKS dorong Dinsos terjunkan petugas data kemiskinan

id data kemiskinan,Kulon Progo,FPKS

FPKS dorong Dinsos terjunkan petugas data kemiskinan

Ketua DPRD Kulon Progo, Yuliardi mengundurkan diri. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di wilayah setempat menerjunkan petugas, khusus mendata warga miskin supaya data kemiskinan valid.

Anggota FPKS DPRD Kulon Progo Hamam Cahyadi di Kulon Progo, Sabtu mengatakan, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-P3A) memiliki petugas yang langsung datang kerumah warga, tapi jumlah kurang.

"Kami minta Dinsos-P3A menambah jumlah petugas pendata kemiskinan dengan honor yang layak supaya validitas data juga valid. Diharapkan petugas pendata kemiskinan menghasilkan data valid," katanya.

Menurut dia, selama ini, kendala sinkronisasi atau validasi data kemiskinan, Dinsos-P3A melalui pemerintah desa. Di situ ada unsur kesungkanan pemerintah desa mencatat atau mengubah data kemiskinan warganya.

"Dinsos-P3A yang harus menurunkan petugas yang bekerja secara independen," katanya.

Hamam mengatakan pendataan kemiskinan diperlukan kesamaam pandangan dan moral yang harus dibenahi. Yakni, data kemiskinan harus valid agar kita tahu program dan kebijakan yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan itu.

"Kemudian, program penerima manfaat itu tepat sasaran, jangan sampai warga yang mampu masih tetap mendapat bantuan," katanya.

Ketua FPKS Agung Raharja mengatakan DIY ini sangat istimewa, maka korelasi angka kemiskinan dan angka kesejahteraan tidak linear. Seharunya, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak membuat kriteria kaku dalam melihat kemiskinan dan kesejahteraan.

Cara BPS yang memotret kemiskinan yang sama di seluruh Indonesia itu, membuat gap antara data atau error data, sehingga data tidak dapat dibaca. Saat ini, parameter kemiskinan yang digunakan BPS, yakni apa yang dibelanjakan oleh masyarakat. Di Kulon Progo sebesar Rp312 ribu perbulan, sehingga orang yang belanjanya kurang dari Rp312 ribu masuk kategori miskin.

"Kalau ada pensiunan PNS, dan terima, tapi uang pensiun utuh, dikatakan miskin. Hal ini perlu didiskusikan kembali parameternya. Hal ini pula yang menyababkan angka kemiskinam di Kulon Progo masih sangat tinggi, yakni 20,3 persen," katanya.

Menurut dia, selama data kemiskinan tidak dapat dipercaya validitasnya menjadi pedoman baku, maka alat ukurnya jadi sulit. FPKS sendiri mendorong Pemkab Kulon Progo membuat program pengentasan kemiskinan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat, seperti kelompok pariwisata dan kelompok petani muda di desa.

"Dua kelompok ini menjadi motor penggerak perekonomian di desa," katanya.