Sultan: warga penolak bandara agar mau berkompromi

id Sultan

Sultan:  warga penolak bandara agar mau berkompromi

Sri Sultan HB X (ANTARA FOTO)

Kulon Progo (AntaranewsJogja) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan HB X meminta warga penolak Bandara New Yogyakarta International Airport di Kabupaten Kulon Progo bersedia berkompromi dengan pemerintah setempat.
   
"Kami mengharapkan mereka yang saat ini masih bertahan berkompromi dengan kebijakan pemerintah kabupaten," harap Sultan di Kulon Progo, Selasa.
   
Ia mengatakan Pemda DIY dan Pemkab Kulon Progo sudah memperjuangkan warga terdampak bandara mulai dari pemilik lahan hingga petani penggarap lahan. Pemda DIY dan Pemkab Kulon Progo berjuang bagaimana warga terdampak bandara tidak boleh ada yang dirugikan, tapi bagaimana mereka menjadi kaya, tetap memiliki pekerjaan dan memiliki  lahan yang digarap.
   
Sultan mengatakan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo sangat tertinggal dibandingkan kabupaten/kota di DIY, khususnya dari Kabupaten Gunung Kidul. Adanya pembangunan bandara di Kulon Progo menjadi awal pertumbuhan ekonomi dan mampu  mengejar ketertinggalan dengan daerah lain. Menurutnya, pembebasan tanah untuk pembangunan sangatlah penting. Apapun kebijakan pembangunan pemerintah, baik irigasi, jalan, pelabuhan, dan bandara, akan tetap membebaskan tanah.
   
"Untuk mempercepat pertumbuhan dan berkembang, dan meningkatkan kebutuhkan masyarakat yang sejahtera dan maju memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Kami berpikir wilayah tumbuh, sehingga ada peralihan hak tanah.  Tidak mungkin, kita bicara percepatan pembangunan tanpa pembebasan tanah.  Artinya pembangunan bandara di Kulon Progo tidak mungkin mundur lagi, mau tidak mau pembebasan tanah harus tetap dilakukan," kata Sultan.
   
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini mengatakan pada awal pembahasan pembangunan bandara, harga tanah hanya diperkirakan Rp200 ribu hingga Rp250 ribu permeter. Tapi setelah ada penilaian dari tim appriasal, harga tanah milik warga terdampak bandara rata-rata Rp511 ribu per meter, bahkan ada yang mencapai Rp1 juta permeter. 
 
 "Kami tahu tidak semua masyarakat memiliki tanah, ada pemilik tanah, ada petani penggarap. Kami kualifikasi warga terdampak bandra, supaya tidak dirugikan. Kami tidak bisa untuk tidak memperhatikan  mereka. Bahkan mereka yang merupakan petani penggarap tetap mendapat ganti rugi dan rumah tinggal," katanya Sultan.
   
Dia mengatakan Pemda DIY dan Pemkab Kulon Progo memperjuangkan warga penggarap dan warga kurang mampu tetap mendapat rumah. Misalnya penggarap tanah milik Kadipaten Puro Pakualaman. 
   
"Penggarap yang tidak memiliki apa-apa, tapi  mengerjakan pekarangan di lahan PAG, tetap mendapat pesangon dan tempat tinggal. Kami bekerja maksimal untuk memperjuangkan mereka. Untuk itu, kami berharap mereka berkompromi dengan kebijakan pemkab," harapnya. 
  
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo memastikan bahwa aspek hak asasi manusia (HAM) akan dikedepankan saat proses pembersihan lahan pembangunan NYIA berikut pengosongan rumah dan pemindahan warga yang masih bertahan. Semua pihak, termasuk AP I dan aparat kepolisian yang menjalankan fungsi pengamanan telah bersepakat untuk tidak menggunakan kekerasan dalam bertindak di lapangan.
   
Ia berjanji untuk mendatangkan Komnas HAM saat proses itu dilakukan sebagai pendampingan sehingga bisa diketahui tindakan mana yang diperlukan sesuai aturan kemanusiaan. Pun beberapa waktu silam, Komnas HAM telah diundang untuk rapat koordinasi.
   Ada yang nekad sampai naik pohon yang ditungguin di bawah, menduduki alat berat, ya sudah kita ngalah ditunggu sampai mau turun. Nanti saat menyelesaikan rumah, kita datangkan lagi Komnas HAM untuk mendampingi di lapangan. Ini juga sudah kami sampaikan ke kepolisian dan AP I," kata Hasto.