PPDB tahun depan diharapkan lebih kondusif

id mendikbud

PPDB tahun depan diharapkan lebih kondusif

Mendikbud Muhadjir Effendy (Foto Antara)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengharapkan penerimaan peserta didik baru pada tahun-tahun depan lebih kondusif dibandingkan dengan pada 2018.

"Kebijakan zonasi ini terintegrasi dan ke depan ini masih terus akan kita tata, termasuk nanti setelah kita petakan berapa jumlah siswa di setiap zona, nanti sistem penerimaan siswa baru kita harapkan di tahun depan tidak lagi ribut-ribut menjelang tahun ajaran baru tapi jauh hari sudah bisa dilaksanakan," kata dia Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan dengan penerapan zonasi tahun ini, maka telah dapat diketahui jumlah siswa yang ada di suatu zonasi sehingga memudahkan untuk penempatan siswa ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Begitu siswa masuk sekarang ini, kita sudah tahu sebetulnya berapa yang akan masuk SMP di zona itu, yaitu merujuk dari kelas VI SD yang sekarang, jadi tidak perlu lagi daftar nanti, kemudian cukup di penempatan saja sehingga nanti kalau ada orang tua protes tidak menjelang siswa baru tetapi bisa setiap saat kalau memang mau protes," tuturnya.

Begitu juga untuk siswa SMA yang akan diterima pada tahun ajaran baru tahun depan, sudah dapat diprediksi dengan melihat jumlah siswa kelas IX SMP saat ini.

Pihaknya akan terus melakukan perbaikan dalam proses pelaksanaan sistem zonasi tersebut sehingga tidak ada kendala pada kemudian hari.

Pihaknya berencana mengundang seluruh Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia untuk membicarakan pemantapan zona sehingga dapat dihitung jumlah siswa di satu zona dan pemerataan distribusi guru.

Sebelumnya, ada kegaduhan dalam PPDB Tahun Ajaran 2018/2019. Siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, masyarakat, dan dunia pendidikan di Tanah Air dibuat gaduh karena penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru di sekolah negeri.

Kegaduhan terjadi ketika orang tua dan siswa SMA di sejumlah kota di Tanah Air dibuat panik, cemas, bahkan berbuat curang karena sistem zonasi yang diberlakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada penerimaan siswa baru tidak lagi didasarkan pada hasil ujian nasional (UN), tetapi jarak rumah dengan sekolah menjadi pertimbangan calon siswa untuk diterima.

Dua orang tua siswa mendatangi Forum Pemantau Indepdenden Pemerintah Kota Yogyakarta, untuk menyampaikan keluhan adanya "blank spot" pada PPDB jenjang SMP 2018 di daerah itu.

"Akibatnya, anak kami tidak bisa diterima di SMP negeri di Yogyakarta. Padahal, nilai ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang diperoleh bagus," kata salah satu orang tua siswa, Rina Rahmawati, di Yogyakarta, Selasa.

Ia mengaku sudah mencoba semua jalur pendaftaran yang dibuka mulai dari jalur pendaftaran prestasi dengan hanya memilih dua dari 16 pilihan SMP negeri di Kota Yogyakarta, yaitu di SMP Negeri 5 dan SMP Negeri 8, sesuai dengna keinginan anak yang memiliki nilai USBN 260.

Hal terpenting di dalam penerapan PPDB adalah membuat anak mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari rumah/tempat tinggalnya. Apabila dalam satu zona kelebihan kuota atau daya tampungnya tidak mencukupi, maka Dinas Pendidikan wajib mencarikan sekolah.

"Jangan dibiarkan anak dan orang tua kesulitan mendapatkan sekolah," ujar Muhadjir.

Dengan sistem zonasi, sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah, wajib memberikan kuota 90 persen dari keseluruhan murid yang diterima untuk calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat. Hanya 10 persen sisanya yang boleh diberikan untuk siswa di luar daerah provinsi sekolah itu.

Beberapa tujuan dari sistem zonasi, di antaranya menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, khususnya sekolah negeri, membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru. Sistem zonasi juga dapat mendorong kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen.

Kebijakan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, merupakan upaya menghilangkan pola pikir kastanisasi dan favoritisme terhadap salah satu sekolah.

Kebijakan zonasi menjadi salah satu wujud dari penerapan penguatan pendidikan karakter, dengan kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah, yakni pembiasaan untuk menumbuhkan nilai-nilai keberagaman, seperti nilai moral dan spiritualisme, kebangsaan, serta kebinekaan kepada peserta didik.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024