Bangsa Indonesia harus membudayakan musyawarah manfaat

id idham samawi

Bangsa Indonesia harus membudayakan musyawarah manfaat

Drs. H.M. Idham Samawi (Foto jogja.antaranews.com)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Bangsa Indonesia sudah saatnya meninggalkan voting dalam pengambilan keputusan dan membudayakan musyawarah mufakat yang sesuai dengan kepribadian bangsa, kata anggota DPR RI Idham Samawi.
   
 "Mekanisme voting dalam pengambilan keputusan sejatinya bentuk pembodohan publik, karena ketika sebuah keputusan diambil melalui pemungutan suara terbanyak, tidak terjadi diskusi saat sudah diketahui pemenangnya. Berbeda dengan musyawarah mufakat yang memungkinkan munculnya berbagai pandangan," katanya di Yogyakarta, Senin.
     
Oleh karena itu, menurut dia pada Diskusi Kebangsaan "Pancasila Sebagai Etika Politik", menjadi sangat keliru, ketika masyarakat Indonesia mengagungkan mekanisme voting yang merupakan cerminan demokrasi dalam setiap pengambilan keputusan.
     
"Demokrasi dengan mekanisme voting sebenarnya tidak sesuai dengan Sila Keempat Pancasila, yang mengedepankan musyawarah mufakat. Bangsa ini harus paham bahwa demokrasi bukan tujuan bernegara, melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan," katanya.
     
Ia mengatakan, kesalahan lain dari bangsa Indonesia adalah tidak mempunyai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai penuntun bangsa menuju cita-cita kemerdekaan. Kondisi itu menyebabkan setiap ganti kepemimpinan baik presiden, gubernur maupun bupati atau wali kota, visi misinya selalu berubah-ubah.
   
 "Tanpa GBHN, kebijakan di tingkat elit juga sangat mungkin berbenturan. Kondisi itu menyebabkan negara ini seperti bahtera yang tidak mempunyai tujuan jelas dan terombang-ambing oleh gelombang," kata mantan bupati Bantul, DIY, itu.
   
 Ketua Program Studi S3 Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Dr St Sunardi mengatakan berpolitik dengan semangat Pancasila tidak harus berarti menafikan dmeokrasi yang sebenarnya.
     
Praktik demokrasi sekarang ini, menurut dia, seringkali membuat orang tidak percaya pada demokrasi. Demokrasi representatif atau perwakilan seringkali membuat banyak orang bertanya-tanya sejauh mana kepentingan mereka benar-benar diwakilkan.
     
"Anomali-anomali dalam praktik demokrasi sebaiknya tidak kita tanggapi dengan antidemokrasi dalam berbagai bentuknya. Sebaliknya, anomali-anomali itu harus membuat kita bersama-saam ikut serta mengkritisi sambil memperbaiki demokrasi itu sendiri tanpa henti," katanya.
     
Kepala Departemen Ilmu Kominikasi Fisipol UGM Dr Kuskridho Ambardi MA mengatakan nilai-nilai Pancasila sebenarnya sudah ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia, tetapi belum diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
     
"Belum majunya bangsa Indonesia lebih disebabkan masyarakatnya tidak mengimplementasikan Pancasila terutama nilai-nilai gotong-royong, melainkan masih mengedepankan egoisme dan emosi. Oleh karena itu, ruang-ruang toleransi perlu diperlebar agar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak gaduh," katanya.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024