Nelayan di Yogyakarta ikuti sekolah lapang iklim

id Nelayan

Nelayan di Yogyakarta  ikuti sekolah lapang iklim

Nelayan di Kulon Progo mengangkat drum berisi ikan hasil tangkapannya setelah satu hari melaut. (ANTARA FOTO/Mamiek)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta akan menyelenggarakan sekolah lapang iklim bagi para nelayan di pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai dinamika cuaca sebelum melaut.
         
"Tujuannya agar berbagai informasi dari BMKG bisa dipahami dengan cepat oleh para nelayan," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteotologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Teguh Prasetyo saat jumpa pers di UGM, Yogyakarta, Selasa.
           
Sekolah lapang iklim yang akan diadakan pada 13-16 Agustus 2018, kata dia, akan diikuti sebanyak 30 orang yang terdiri atas para nelayan dan penyuluh perikanan atau nelayan di Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo.
           
Kendati sekolah lapang iklim itu hanya diikuti 30 nelayan dan penyuluh, ia berharap mereka bisa ikut menyebarkan informasi kepada para nelayan lainnya di DIY.
           
Menurut Teguh, dalam sekolah lapang iklim nelayan, sejumlah materi yang disajikan antara lain mengenai simulasi gelombang, pengenalan cuaca, hingga pengenalan alat-alat pengukur cuaca yang dipakai BMKG.  
             
Tanpa memahami informasi cuaca dari BMKG, menurut dia, kegiatan mereka dalam mencari ikan akan sangat berisiko, khususnya saat terjadi cuaca buruk yang berpotensi memicu gelombang tinggi.
             
"Pada dasarnya sudah banyak nelayan yang paham soal cuaca, namun untuk mengurangi risiko kecelakaan saat melaut pengetahuan mereka perlu diperdalam lagi," kata dia.
             
Sebelumnya, BMKG Yogyakarta menyebutkan adanya gelombang tinggi yang terjadi di pesisir selatan Yogyakarta telah terpantau sejak 17 Juli 2018.
       
Namun demikian, gelombang besar yang memicu adanya kerusakan dan berdampak signifikan adalah gelombang laut pada 19 Juli 2018 yang tingginya diperkirakan mencapai 5-6 meter.
         
Tinggi gelombang itu dipicu peningkatan kecepatan angin yang terpengaruh fenomena daerah tekanan udara rendah di kawasan Laut China Selatan dan siklon tropis "Ampil" di timur laut Filipina, serta munculnya daerah tekanan tinggi di Australia (1024 Hpa).