Ikanu: aturan pengeras masjid menyesuaikan kondisi masyarakat

id Ikanu,Pengeras suara masjid

Ikanu: aturan pengeras masjid menyesuaikan kondisi masyarakat

Sejumlah pengurus Ikatan Alumni Nahdlatul Ulama (Ikanu) Al-Azhar Mesir berfoto bersama seusai memaparkan rumusan sikap bersama menjelang Pilpres 2019 di Yogyakarta, Sabtu (1/9). (Foto Antara/Luqman Hakim) (Foto Antara/Luqman Hakim/)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Ikatan Alumni Nahdlatul Ulama Al-Azhar Mesir menilai penerapan aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid perlu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang tidak sama.
     
"Kami mendukung aturan itu, tetapi tidak bisa dipukul rata penerapannya," kata Sekjen Ikatan Alumni Nahdlatul Ulama Al-Azhar Mesir (Ikanu) Anis Mashduqi di Yogyakarta, Sabtu.
       
Menurut Anis, dalam menerapkan aturan itu pemerintah perlu memertimbangkan aspek kesesuaian dengan tradisi, sosial, dan budaya masyarakat. Sebab, banyak perkampungan yang tidak mempersoalkan penggunaan pengeras suara di masjid baik untuk adzan maupun untuk salawatan.
         
"Baik adzan, bacaan Al-Quran, maupun pujian (salawatan) dengan speaker luar masjid selama ini banyak tempat yang tidak ada masalah. Tetapi di tempat lain mungkin itu bermasalah," kata dia.
       
Bahkan, menurut dia, tidak sedikit warga yang justru berterima kasih dengan dilantunkannya bacaan ayat suci Al-Quran maupun salawatan melalui pengeras suara dalam maupun luar masjid.
         
"Dalam imajinasi orang religius di kampung justru bacaan-bacaan Al-Quran maupun salawatan membawa kedamaian," kata dia.
         
Oleh sebab itu, menurut dia, penerapan regulasi itu sebaiknya khusus menyasar daerah-daerah yang terindikasi memiliki potensi resistensi lebih besar apabila penggunaan pengeras suara masjid atau musala di luar aturan.
         
"Kalau sekitar masjid ada warga yang beragama lain misalnya, atau komplain di situ baru masjidnya dikenai regulasi itu. Tetapi kalau masyarakatnya Muslim semua dan tidak ada masalah maka tidak perlu diterapkan," kata dia.
         
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) RI meminta kantor wilayah kembali mensosialisasikan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid.
         
Dirjen Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin menjelaskan, aturan tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala sudah ada sejak 1978. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978, dan hingga saat ini, belum ada perubahan.
     
Menurut Amin, penggunaan pengeras suara juga bisa mengganggu orang yang sedang beristirahat atau penyelenggaraan upacara keagamaan. Untuk itu, diperlukan aturan dan itu sudah terbit sejak 1978 lalu.
     
Dalam instruksi tersebut, di antaranya dipaparkan bahwa pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah azan sebagai tanda telah tiba waktu salat. Adapun bacaan Salat atau do'a cukup menggunakan pengeras suara dalam.***4***