Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Ikatan Alumni Nahdlatul Ulama Al-Azhar Mesir menilai penerapan aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid perlu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang tidak sama.
"Kami mendukung aturan itu, tetapi tidak bisa dipukul rata penerapannya," kata Sekjen Ikatan Alumni Nahdlatul Ulama Al-Azhar Mesir (Ikanu) Anis Mashduqi di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut Anis, dalam menerapkan aturan itu pemerintah perlu memertimbangkan aspek kesesuaian dengan tradisi, sosial, dan budaya masyarakat. Sebab, banyak perkampungan yang tidak mempersoalkan penggunaan pengeras suara di masjid baik untuk adzan maupun untuk salawatan.
"Baik adzan, bacaan Al-Quran, maupun pujian (salawatan) dengan speaker luar masjid selama ini banyak tempat yang tidak ada masalah. Tetapi di tempat lain mungkin itu bermasalah," kata dia.
Bahkan, menurut dia, tidak sedikit warga yang justru berterima kasih dengan dilantunkannya bacaan ayat suci Al-Quran maupun salawatan melalui pengeras suara dalam maupun luar masjid.
"Dalam imajinasi orang religius di kampung justru bacaan-bacaan Al-Quran maupun salawatan membawa kedamaian," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut dia, penerapan regulasi itu sebaiknya khusus menyasar daerah-daerah yang terindikasi memiliki potensi resistensi lebih besar apabila penggunaan pengeras suara masjid atau musala di luar aturan.
"Kalau sekitar masjid ada warga yang beragama lain misalnya, atau komplain di situ baru masjidnya dikenai regulasi itu. Tetapi kalau masyarakatnya Muslim semua dan tidak ada masalah maka tidak perlu diterapkan," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) RI meminta kantor wilayah kembali mensosialisasikan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin menjelaskan, aturan tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan musala sudah ada sejak 1978. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978, dan hingga saat ini, belum ada perubahan.
Menurut Amin, penggunaan pengeras suara juga bisa mengganggu orang yang sedang beristirahat atau penyelenggaraan upacara keagamaan. Untuk itu, diperlukan aturan dan itu sudah terbit sejak 1978 lalu.
Dalam instruksi tersebut, di antaranya dipaparkan bahwa pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah azan sebagai tanda telah tiba waktu salat. Adapun bacaan Salat atau do'a cukup menggunakan pengeras suara dalam.***4***
Berita Lainnya
Gus Miftah: Saya tak sebut Kemenag soal penggunaan "speaker"
Selasa, 12 Maret 2024 20:22 Wib
Minneapolis perbolehkan azan lima kali sehari lewat pengeras suara
Sabtu, 15 April 2023 8:21 Wib
Kemenag Yogyakarta memastikan tidak ada penolakan aturan pengeras suara
Rabu, 16 Maret 2022 16:18 Wib
Dirjen Bimas Islam: Pernyataan Menag harus dilihat secara utuh
Jumat, 25 Februari 2022 15:26 Wib
Kemenag DIY minta takmir melaksanakan aturan pengeras suara masjid
Kamis, 24 Februari 2022 19:42 Wib
Masjid di Yogyakarta dipastikan penuhi aturan pengeras suara
Rabu, 23 Februari 2022 16:18 Wib
Pelanggar lalu lintas di Yogyakarta akan diingatkan melalui ATCS
Selasa, 22 Juni 2021 16:34 Wib
Kemenag DIY meminta aturan pengeras suara masjid dipatuhi
Jumat, 31 Agustus 2018 14:11 Wib