Yogyakarta tetap gencarkan sosialisasi imunisasi MR

id imunisasi MR, campak, rubella

Yogyakarta tetap gencarkan sosialisasi imunisasi MR

Petugas kesehatan memberikan vaksin Measles Rubella (MR) kepada siswa saat Kampanye Imunisasi Campak dan MR (ANTARA FOTO)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Meskipun tidak lagi menjadi daerah sasaran pelaksanaan kampanye imunisasi MR secara massal,Kota Yogyakarta tetap menggencarkan sosialisasi imunisasi tersebut dengan menggandeng tokoh agama.
   
“Kali ini, sosialisasi diikuti oleh puskesmas dan kader kesehatan di wilayah karena mereka menjadi ujung tombak dalam memberikan informasi ke masyarakat. Jika ada pertanyaan seputar imunisasi MR, maka mereka diharapkan bisa menjelaskan dengan baik,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Fita Yulia Kisworini di Yogyakarta, Rabu.
   
Menurut dia, keterlibatan tokoh agama dalam sosialisasi diperlukan karena masih ada keraguan dari masyarakat mengenai kehalalan vaksin MR meskipun jumlahnya relatif kecil. 
   
Belum lama ini, lanjut Fita, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa mengenai imunisasi MR yaitu mubah. Vaksinasi ditujukan untuk mencegah penyakit campak dan rubella.
   
“Sampai sekarang, kami juga tidak mendengar gejolak di masyarakat mengenai imunisasi MR. Imunisasi ini tetap bisa diakses melalui fasilitas kesehatan,” katanya.
   
Saat pelaksanaan kampanye imunisasi MR secara massal pada 2017, realisasi pemberian imunisasi MR di Kota Yogyakarta bisa mencapai sekitar 98 persen.
   
Sejumlah risiko kesehatan yang dihadapi apabila tidak mengikuti imunisasi MR, lanjut Fita, cukup banyak dan kompleks di antaranya ukuran kepala kecil yang mengakibatkan volume otak mengecil sehingga kemampuan perkembangan anak menurun hingga kelainan jantung.
   
“Terkadang, ada kasus anak mengalami cacat seperti tidak bisa bicara atau mendengar. Setelah ditelusuri, ternyata berasal dari ibu yang saat hamil mengalami gejala rubella seperti demam namun tidak ditindaklanjuti dengan pengecekan di laboratorium,” katanya.
   
Beberapa tahun lalu, lanjut Fita, Kota Yogyakarta menjadi sasaran pemeriksaan rubella dan diketahui jumlah kasus penyakit tersebut cukup tinggi. “Oleh karena itu, pada 2017 dilakukan imunisasi MR massal,” katanya.
   
Pada 2016, jumlah kasus rubella tercatat sebanyak 61 kasus, dan pada 2017 tercatat sebanyak 133. Hingga Juni tahun ini sudah tercatat 20 kasus.
   
Sementara itu, pimpinan salah satu pondok pesantren dari Panggang Kabupaten Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal yang hadir sebagai narasumber dalam sosialisasi tersebut mengatakan, masih ada sejumlah pihak yang enggan melakukan imunisasi MR.
   
“Ada beberapa sekolah dan pondok pesantren yang enggan melakukan vaksinasi. Sehingga perlu terus dilakukan sosialisasi,” katanya.
   
Keengganan tersebut, lanjut Abduh, biasanya disebabkan beberapa faktor seperti kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat tidak memahami manfaat imunisasi, serta masih adanya isu haram.
   
“Perlu sosialisasi terus menerus. Apalagi MUI sudah mengeluarkan fatwa yaitu vaksinasi boleh dilakukan. Alasan paling penting adalah keadaan darurat sehingga proses pembuatan yang masih dalam perdebatan ini dinihilkan terlebih dulu,” katanya.
   
Tujuan dari imunisasi, katanya, menjaga generasi penerus agar tidak terkena virus campak dan rubella. “Kepentingan ini jauh lebih mendesak,” katanya.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024