Pembahasan Raperda Disabilitas dinilai setengah hati

id disabilitas

Pembahasan Raperda Disabilitas dinilai setengah hati

Ilustrasi penyandang disabilitas (Foto Antara)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas menilai DPRD Kota Yogyakarta setengah hati dalam merampungkan pembahasan Raperda Disabilitas karena belum dapat ditetapkan meski sudah dibahas sejak 2016.

"Setelah ditolak oleh Biro Hukum DIY karena dinilai mengulang isi UU Penyandang Disabilitas, kami sama sekali tidak mendengar bagaimana kelanjutan pembahasan raperda tersebut," kata Koordinator Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Arni Surwanti di sela aksi yang digelar di DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (6/9).

Padahal, lanjut Arni, seluruh penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta sudah sangat menantikan lahirnya payung hukum untuk memastikan terpenuhinya seluruh hak bagi penyandang disabilitas di kota tersebut.

Menurut Arni, DPRD Kota Yogyakarta mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pembahasan Raperda Disabilitas karena tidak mengelola dan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi dari penyandang disabilitas.

Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, lanjut Arni sudah berupaya aktif menyampaikan usulan maupun aspirasi sejak 2014 yaitu menyampaikan usulan ke DPRD Kota Yogyakarta agar menyusun raperda penyandang disabilitas.

Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh DPRD Kota Yogyakarta dengan memasukkannya sebagai raperda usulan legislatif yang kemudian dimasukkan dalam Program Legislasi 2016.

?Pada Agustus 2015, kami pun menyampaikan naskah akademik untuk penyusunan raperda disabilitas, dan pada awal 2016 menyampaikan `draf? raperda disabilitas sebagai bahan pertimbangan,? katanya.

Namun demikian, lanjut Arni, usaha tersebut tidak membuahkan hasil karena DPRD Kota Yogyakarta kemudian terpaksa menghentikan pembahasan raperda disabilitas dengan alasan harus mengubah isi raperda sehingga sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

? ?Sejak saat itu, kami tidak mengetahui bagaimana dewan melakukan pembahasan raperda disabilitas dan pada 2017 diketahui bahwa Biro Hukum DIY menolak raperda tersebut karena dinilai hanya mengulang isi UU,? katanya.

Arni menyebut, payung hukum tersebut sangat penting bagi penyandang disabilitas karena saat ini masih banyak hak-hak penyandang disabilitas yang belum terpenuhi seperti di dunia pendidikan, pekerjaan hingga infrastruktur kota.

Salah satu perwakilan Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Ahmad Maruf juga menyayangkan lambatnya pembahasan raperda disabilitas padahal Kota Yogyakarta menjadi pemerintah daerah pertama di DIY yang menginissiasi penyusunan raperda disabilitas.

?Tetapi, empat kabupaten lain di DIY sudah bisa menetapkan perda disabilitas dan hanya Kota Yogyakarta saja yang belum,? katanya.

Kondisi tersebut, lanjut Maruf, bisa berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat terhadap wakil yang duduk di lembaga legislatif. ?Apalagi, tahun depan adalah tahun politik,? katanya yang menyebut warga Kota Yogyakarta penyandang disabilitas mencapai sekitar 10 persen.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko yang menemui anggota Forum Penguatan Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga menyebut ketidakmampuan legislatif tersebut juga bisa berdampak secara politis untuk Pemilu 2019.

? ?Sebenarnya, sudah ada aturan bahwa seluruh raperda yang tidak bisa selesai dibahas tahun lalu, harus bisa diselesaikan tahun ini. Tidak boleh lagi ada PR. Memang tidak ada sanksi, tetapi ada sanksi sosial dari masyarakat,? katanya.

Ia pun mengatakan, akan melakukan komunikasi dengan anggota panitia khusus Raperda Disabilitas untuk mengetahui perkembangan pembahasannya. ?Sekarang masih dalam masa reses. Saat sidang perdana, kami akan komunikasikan bagaimana perkembangan pembahasannya,? katanya.
 
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024