Jakarta (Antaranews Jogja) - Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (Apcasi) mengungkapkan penguatan nilai dolar AS atas rupiah menjadi peluang bagi Indonesia untuk meraih devisa dari ekspor cangkang sawit.
"Masih ada 30 persen limbah berupa cangkang sawit yang belum bisa diekspor, padahal berpotensi menjadi dolar," kata Ketua APCASI Dikki Akhmar dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia mengungkapkan cangkang sawit sebagai sumber bioenergi kini sangat diminati dan dibutuhkan di pasar Asia, khususnya Jepang dan Thailand.
"Kebutuhan di dalam negeri sendiri hanya 40 sampai 50 persen dan itu hanya terbatas untuk industri CPO nya sendiri, sedangkan untuk kebutuhan industri lain masih sangat minim, ada peluang besar untuk ekspor," katanya.
Salah satu hambatan ekspor adalah tingginya biaya pajak dan pungutan cangkang sawit, hingga total menjadi 17 dolar AS per metrik ton, sehingga hampir 30 persen cangkang sawit di beberapa daerah tidak bisa diekspor dan hanya menjadi limbah yang tidak produktif.
Biaya mengumpulkan limbah dari wilayah terpencil menjadikan biaya logistik tinggi, akibatnya marjin keuntungan ekpotir sangat kecil.
Ia mengungkapkan, hingga 2017, volume eskpor cangkang sawit telah mencapai 1,8 juta ton dengan nilai devisa 30,6 juta dolar AS.
"Kami yakin apabila pajak ekspor diturunkan menjadi tiga dolar AS dan pungutan sawit juga hanya tiga dolar AS, sehingga total biaya ekspor enam dolar AS, maka volume ekspor dapat kami tingkatkan menjadi 2,5-3 juta ton per tahun," katanya.
Menurut dia, nilai tersebut mungkin masih belum seimbang dengan pendapatan devisa saat pajak masih di angka 17 dolar AS, akan tetapi ada nilai "intangible" seperti peningkatan penggunaan energi ramah lingkungan, berkurangnya penanganan limbah yang tidak produktif, serta peningkatan ekonomi masyarakat di daerah terpencil.
"Peningkatkan volume ekspor memberikan efek domino pada ekonomi masyarakat daerah perifer secara signifikan seperti bisnis angkutan, tenaga buruh pelabuhan, dan tenaga pengumpul.
Cangkang sawit ini sudah mempunyai harga standar internasional yang diterbitkan oleh Argus Media International Corp, sama seperti halnya batubara, sehingga eksportir bisa kita menentukan harga sendiri.
Saat ini Jepang membutuhkan cangkang sawit untuk menggerakkan dua pembangkit listrik tenaga biomasa, sementara ke depan negara itu juga menambah lagi tujuh pembangkit dari biomassa.
Berita Lainnya
Indonesia cari pasar alternatif sawit
Jumat, 29 Maret 2024 0:26 Wib
54 persen pasar sawit dunia dikuasai Indonesia
Kamis, 28 Maret 2024 18:19 Wib
Parlemen RI-Eropa jembatani masalah kelapa sawit
Senin, 18 Maret 2024 19:57 Wib
Tim M2ReG bikin bioreaktor membran pengolahan limbah sawit
Senin, 18 Maret 2024 4:47 Wib
Minyak sawit, ungkap BRIN, paling memungkinkan diolah jadi energi
Minggu, 3 Maret 2024 5:29 Wib
Kekasih artis Tamara dijerat pasal berlapis terkait kematian Dante
Sabtu, 10 Februari 2024 4:06 Wib
Tetapkan tersangka kematian anak artis Tamara, polisi gelar perkara
Jumat, 9 Februari 2024 5:29 Wib
Hari ini ekshumasi anak Tamara Tyasmara
Selasa, 6 Februari 2024 6:56 Wib