Debora berdayakan perempuan melalui kerajinan tangan

id Icw yogyakarta

Debora berdayakan perempuan melalui kerajinan tangan

Sejumlah pelaku UKM menata display produk yang akan dipamerkan dalam Pasar Rakyat Nusantara yang akan berlangsung 12-19 September di sela Sidang Umum ke-35 ICW di Grand Inna Garuda, Yogyakarta, Selasa (11/9). (Foto Antara/Luqman Hakim) (Foto Antara/Luqman Hakim/)

 Dalam kegiatan Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional (ICW) di Yogyakarta, turut dimeriahkan pula dengan pergelaran Pasar Rakyat Nusantara yang menampilkan puluhan usaha kecil menengah (UKM) binaan BUMN.

 Salah satunya ialah Debora Art, sebuah usaha menengah yang bergerak di bidang kerajinan kain motif yang berbasis di Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Sebagai seorang wanita, Debora Ninik Swa yang merupakan pemilik Debora Art, begitu memerhatikan alam di sekitar yang ternyata bisa memberikan manfaat ekonomi yang cukup besar.

 Melalui teknik "Ecoprint", ia berusaha menggunakan elemen alami sebagai media untuk memproduksi kain warna bermotif.

 Dedaunan dipilih sebagai bahan utama dalam membuat kain warna tersebut, yang diolah menggunakan teknik khusus sehingga menghasilkan pola daun yang menempel di kain.

 "Karena kalau daun yang sudah jatuh itu dianggapnya kan sampah, padahal kalau ditempatkan pada porsinya akan memiliki nilai jual tinggi," katanya.

 Selama dua tahun menekuni kain warna Ecoprint ini, Debora telah menggunakan sejumlah daun sebagai pola produknya, antara lain daun jambu biji, daun cemara, daun bodhy, eukaliptus atau daun yang menjadi bahan pembuatan minyak kayu putih, hingga kulit bawang bombay.

 Kain warna dengan teknik Ecoprint buatan Debora ini terbilang unik karena setiap produk yang dia jual memiliki pola dan warna yang berbeda, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi calon pembeli.

Kain yang diolah dengan daun jambu biji misalnya, bisa menghasilkan dua warna berbeda pada setiap sisinya.

 Meski berasal dari Yogya, namun Debora tidak memilih batik sebagai komoditasi yang dia jual karena ingin mencari peluang pasar yang lebih luas.

 "Kalau batik kan memang sudah identitas di sini, sedangkan `ecoprint` sekarang sedang jadi tren dua atau tiga tahun belakangan," tutur Debora yang sudah delapan tahun terjun di industri kerajinan kain ini.



Terus Berinovasi

 Dalam menjalankan bisnisnya tersebut, Debora tidak lupa untuk berinovasi guna mengikuti tren dan permintaan pasar.

 Baru-baru ini, Debora Art mencoba aliran seni kerajinan kain lukis dengan mengambil objek gambar dari salah satu kekayaan budaya Indonesia yang sudah diakui dunia internasional.

Pada produk yang dia sebut kain lukis warna alam tersebut, Debora mengambil tema potongan adegan dari relief candi Borobodur.

 "Belum lama habis mengikuti festival payung di Borobudur, jadi saya menyesuaikan produk dengan kegiatan tersebut. Makanya saya ambil ide dari relief, dan saya kembangkan sampai sekarang," tutur Debora.

Menurut Debora, kain lukis warna alam tersebut jauh lebih sulit pengerjaannya dibandingkan dengan membuat Ecoprint atau kain Shibori yang sudah dia tekuni sejak merintis usaha di bidang kerajinan kain.

 Pembuatan produk ini bukan lah dibatik, cetak, atau dicanting, melainkan dilukis manual dengan tangan alias "handmade".

Sebelum melukis di atas kain yang diinginkan, baik berbahan dasar kain katun atau sutra, gambar relief yang diinginkan akan difotokopi perbesar terlebih dulu.

 Selanjutnya, fotokopi gambar tersebut akan ditempelkan di kain dan kemudian dikuas dengan warna yang diinginkan.

 Aspek pelukisan merupakan kesulitan yang pertama, yang akan bertambah jika setelah kain kering ternyata lukisan yang diinginkan kurang timbul.

Jika sudah seperti ini, maka pelukisan ulang pun mau tidak mau harus dilakukan, katanya.

"Kain lukis warna alam ini selain sulit juga memakan waktu. Kalau lukisan sudah selesai, tinggal dilakukan `ecoprint` sebagai ornamen penghias di sekeliling lukisan relief," tutur Debora menerangkan.

Selain itu, ide lainnya yang ia lakukan ialah menggunakan benda berkarat sebagai motif pada kain lukisnya, atau yang disebut dengan "Rust Dyeing".

 Barang berkarat yang digunakan antara lain jaring kawat, ring baut, hingga paku mampu ia jadikan karya seni apik yang menghasilkan kain dengan bercak warna kuning kecokelatan.

Meski terbilang mudah dalam menemukan bahan bakunya, namun proses pembuatan "Rust Dyeing" juga membutuhkan ketelitian.

"Semua barang-barang berkarat bisa dijadikan motif, tapi kalau terlalu dalam penetrasi warnanya ke dalam kain malah bisa merusak kainnya itu sendiri," katanya menegaskan.



Aktif Pemberdayaan

Keasyikan Debora dalam menekuni bisnisnya lantas tidak membuatnya lupa terhadap usaha untuk mendorong pemberdayaan perempuan.

Terkait dengan digelarnya agenda Sidang Umum ke-35 ICW, Debora berharap kegiatan ini dapat berdampak pada meningkatnya jumlah wanita yang terlibat dalam kegiatan ekonomi.

Hal itu dia sampaikan karena telah melihat secara nyata masih banyak perempuan di Indonesia yang masih belum bisa memanfaatkan waktunya secara efektif dan bernilai ekonomi, katanya.

Dilandasi rasa kepedulian atas nasib wanita serta kenyataan di lapangan itu, dia bersama temannya pun menggerakkan program pelatihan kepada perempuan di Cangkringan, Sleman.

Program pelatihan yang baru dimulai beberapa bulan ini bertujuan untuk memberikan keterampilan tambahan yang bernilai ekonomi bagi perempuan di Cangkringan.

 Di sana, ia memberikan pelatihan pembuatan cinderamata untuk seserahan pengantin.

Pembuatan cenderamata seserahan pengantin dipilih setelah melalui pengamatan dan juga masukan dari sejumlah warga desa.

 "Kalau mereka bisa atau punya kemampuan ini, maka mereka akan `ngirit` karena tidak beli. Lalu bisa menjadi pemasukan sampingan juga. Semisal ada warga desa yang mau menikah kan jadi bisa menerima pesanan. Ya semoga bisa berkembang ke depannya," katanya. (R029).

Baca juga: Seribuan personel Polda DIY amankan Sidang Umum ICW
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024