Kementan perluas penanaman bawang merah pada musim hujan

id bawang merah

Kementan perluas penanaman bawang merah pada musim hujan

Ilustrasi tanaman bawang merah (antarafoto.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian akan menjaga pasokan bawang merah melalui strategi perluasan tanam saat musim hujan.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Prihasto Setyanto dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan melalui pola tanam "off season" ini diharapkan dapat menjaga stabilitas pasokan bawang merah.

"Kementerian Pertanian berupaya menjaga stabilitas pasokan bawang merah melalui manajemen pola tanam. Caranya dengan mendorong perluasan tanam di daerah-daerah yang bisa ditanami saat musim hujan atau 'off season'," kata Prihasto saat mengunjungi sentra bawang merah di Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Minggu (16/9).

Pada musim hujan yang berlangsung Januari-Februari, umumnya menyebabkan para petani bawang merah di daerah sentra seperti Brebes, Cirebon, Kendal dan sepanjang pantai utara Jawa tidak banyak menanam.

Hal itu karena intensitas hujan yang tinggi pada bulan-bulan tersebut berisiko menggenangi lahan bawang merah.

Akibatnya, pasokan bawang merah pada Maret-April cenderung berkurang meski tidak sampai ekstrim.

Prihasto mengungkapkan di daerah "off season" seperti Sumenep, bawang merah paling banyak ditanam justru pada saat musim hujan, dengan puncak tanamnya pada Januari-Februari.

Dengan total luas tanam mencapai lebih dari 600 hektare, panen raya bawang di Sumenep terjadi pada Maret-April, saat sentra utama seperti Brebes baru mulai tanam.

Tak heran, jika petani di Sumenep bisa memperoleh harga yang bagus setiap panennya.

"Kalau daerah yang memiliki karakteristik 'off seasons' seperti Kecamatan Rubaru ini diperluas, saya optimistis pasokan dan harga bawang merah nasional akan semakin stabil," kata Prihasto.

Ia menekankan Kementan akan terus mendorong daerah hortikultura seperti Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, menerapkan budi daya bawang merah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Petani diharapkan mulai menerapkan teknologi likat kuning dan feromon exi secara optimal untuk mengurangi biaya penggunaan pestisida.

Varietas bawang merah yang banyak ditanam petani adalah Rubaru. Pemilihan nama juga diambil dari kawasan tersebut.

Varietas ini terbukti tahan hujan dan tidak mudah terserang Fusarium. Produktivitasnya pun bisa mencapai 8-10 ton per hektare. Saat kabupaten lain produksinya turun pada Maret-April, di Sumenep justru terjadi panen raya.

Salah satu petani bawang merah di Desa Mandala, Kecamatan Rubaru, Ilyasin, mengakui selama lebih dari 18 tahun menanam, lebih banyak meraup untung dibanding mengalami kerugian.

Petani juga tidak mengalami kesulitan menjual hasil panen bahkan saat musim panen raya sekali pun.

"Pendapatan dari hasil tanam bawang merah Rubaru minimal empat kali lipat dari modal yang kami keluarkan. Misalnya dengan modal Rp10 juta, kami bisa dapat hasil Rp40 juta sampai Rp50 juta setiap panen," katanya.

Untuk pengairan, petani menggunakan teknologi lokal sederhana berupa tandon air dari terpal dengan rangka anyaman bambu atau disebut sebagai lumbang.

        Petani bawang merah Kecamatan Rubari saat ini tengah bersiap untuk benih tanam raya Januari-Februari mendatang.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024