Pemkot Yogyakarta dinilai lalai awasi perizinan

id IMB,hotel, moratorium

Pemkot Yogyakarta dinilai lalai awasi perizinan

Ilustrasi hotel yang diduga mengantongi IMB pondokan (Eka Arifa Rusqiyati)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Pemerintah Kota Yogyakarta dinilai lalai dalam mengawasi perizinan usaha, salah satunya adalah beroperasinya sebuah hotel yang diduga hanya mengantongi izin mendirikan bangunan untuk pondokan.
     
"Di lapangan, ditemui adanya dugaan pelanggaran atas aturan investasi, yaitu penggunaan izin mendirikan bangunan (IMB) yang tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Nasrul Khoiri di Yogyakarta, Senin.        

Menurut Nasrul, bangunan hotel yang berada di Jalan Ipda Tut Harsono tersebut pada awalnya memang memperoleh IMB untuk membangun hotel dua lantai. Namun IMB dicabut karena dalam proses pembangunannya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki.

Namun demikian, investor tetap melanjutkan pembangunan setelah mengantongi IMB untuk pondokan yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2017. Investor tidak bisa memperoleh IMB untuk hotel karena pada saat itu Pemerintah Kota Yogyakarta masih memberlakukan moratorium pemberian izin untuk membangun hotel baru.

"Namun kini setelah bangunan jadi, bangunan tersebut dipromosikan sebagai sebuah hotel. Bahkan, sudah bisa diakses melalui sejumlah aplikasi pemesanan hotel atau dipesan per telepon," katanya.

Terkait kondisi tersebut, Nasrul berharap Pemerintah Kota Yoghakarta  bersikap tegas dengan mencabut izin yang sudah diberikan dan tidak mengeluarkan izin apapun di kemudian hari untuk bangunan tersebut.

"Investor proyek juga perlu dimasukkan dalam daftar hitam investor di Yogyakarta. Jika tetap nekat beroperasi, maka bangunan bisa dibongkar," katanya.         

Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kota Yogyakarta Setiyana mengatakan, bangunan yang dioperasionalkan sebagai hotel tersebut mengantongi IMB dengan peruntukan pondokan.

"Tidak ada perubahan perizinan ke IMB hotel. Bagaimanapun juga, saat ini masih diberlakukan moratorium pemberian izin hotel baru di Yogyakarta sehingga kami otomatis tidak bisa menerbitkan IMB untuk hotel," kata Setiyana.

Berdasarkan IMB yang sudah diterbitkan, bangunan tersebut diperuntukkan sebagai pondokan dengan tujuh lantai ditambah 'basement'. Sebagai pondokan, maka izin operasional dikeluarkan oleh wilayah atau kecamatan setempat.

"Tidak bisa difungsikan untuk penggunaan lain selain pondokan. Jika digunakan untuk hotel atau fungsi lain di luar pondokan, maka itu masuk pelanggaran," katanya.

Selain IMB, bangunan tersebut juga harus mengantongi surat kepemilikan bangunan (SKB) dan sertifikat laik fungsi (SLF) yang sesuai dengan peruntukan IMB.

"Jika IMB menyebut untuk pondokan, maka SKB dan SLF juga harus menyesuaikan. Jika tidak sesuai, maka izin operasional tidak bisa diterbitkan," kata Setiyana.

Ia mengatakan, jika izin operasional pondokan cukup diterbitkan di wilayah, maka izin operasional untuk hotel harus diajukan melalui "Online Single Submission" (OSS) yang sekaligus menerbitkan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP).

"Antara IMB, SKB dan SLF juga harus sesuai semua peruntukannya. Jika tidak, maka izin operasional untuk hotel juga tidak bisa diterbitkan," katanya.

Setiyana mengatakan, Dinas Perizinan dan Penanaman Modal memiliki akan tetap melakukan pengawasan terhadap penggunaan izin yang sudah dikeluarkan.         

Sementara itu, Komandan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Yogyakarta Nurwidi Hartana mengatakan, pihaknya hanya memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran apabila pelaku tidak mengantongi izin.

"Jika sudah berizin, maka kewenangan berada di instansi yang mengeluarkan izin. Biasanya, sanksi yang dikeluarkan adalah sanksi administrasi yaitu pencabutan izin," katanya.

Setelah izin dicabut, lanjut dia, maka pelaku tidak lagi memiliki izin dan Satuan Polisi Pamong Praja baru bisa melakukan penindakan.

"Kami sudah menyampaikan ke instansi berwenang terkait dugaan penggunaan izin yang tidak sesuai peruntukannya," katanya. (T.E013/B/E.K. Sinoel)
Pewarta :
Editor: Agus Priyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024