Bantul perbanyak usulan perbaikan rumah tidak layak huni

id rumah tidak layak

Bantul perbanyak usulan perbaikan rumah tidak layak huni

Rumah tidak layak huni. (Foto ANTARA)

Bantul (Antaranews Jogja) - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 2019 akan memperbanyak usulan bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di daerah ini.
    
"Tahun ini perbaikan rumah tidak layak huni direalisasikan 131 rumah, tahun depan diperbanyak usulan kita, sekitar 300-an rumah," kata Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bantul Saryadi di Bantul, Rabu.
    
Menurut dia, lebih banyaknya usulan penerima bantuan sosial (bansos) rutilahu (rumah tidak layak huni) itu karena di Bantul masih terdapat banyak rumah tidak layak dan itu dibuktikan banyaknya proposal yang masuk ke instansinya.
    
Namun demikian, kata dia, besaran bansos rutilahu yang diusulkan pada 2019 diperkecil menjadi sebesar Rp10 juta dari sebelumnya atau yang direalisasikan saat ini sebesar Rp15 juta per rumah yang memenuhi persyaratan.
    
"Usulan kita sekitar 300-an, karena masih cukup banyak proposal permohonan, jadi kalau di Dinsos itu hanya berdasarkan proposal pengajuan, jadi nanti kita verifikasi kalau layak dan memenuhi syarat kita usulkan," katanya.
    
Saryadi mengatakan, kreteria rumah yang bisa mendapat bansos rutilahu diantaranya lantai masih berupa tanah, dinding belum tembok kemudian atap rumah belum genteng, kemudian belum adanya fasilitas mandi cuci kakus (MCK).
    
"Kalau data rumah tidak layak huni itu ada di Dinas PU (Pekerjaan Umum) yang ada (bidang) kawasan pemukiman, kita hanya berdasarkan proposal pengajuan. Jadi kita tidak melakukan pendataan, karena tidak ada tupoksi untuk pemukiman," katanya.
    
Sementara itu, kata dia, terkait dengan perbaikan rutilahu tahun ini yang sebanyak 131 rumah sudah disalurkan terhadap penerima yang menenuhi syarat, namun demikian ada beberapa meninggal tanpa ahli waris dan ada yang tidak memiliki tanah.
    
"Yang meninggal atau masih numpang di tanah kas desa itu tidak bisa kita cairkan, itu ada sekitar 12 rumah yang tidak bisa dicairkan. Sedangkan yang lain sudah selesai mungkin sekarang sedang proses pembangunan," katanya.