Asesmen terpadu pintu gerbang penentu untuk penyalahguna narkoba

id BNN

Asesmen terpadu pintu gerbang penentu untuk penyalahguna narkoba

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan Agung RI Darmawel Aswar, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Training of Trainer Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba Terkait hukum ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, di Yogyakarta, (Foto BNN/Istimewa)

Yogyakarta, 17/10 (Antaranews Jogja) - Eksistensi dan peran Tim Asesmen Terpadu (TAT) dipandang penting karena menjadi gerbang penentu  tersangka yang menjalani asesmen apakah mereka murni sebagai penyalahguna narkoba, merangkap pengedar, dan  bahkan bandar.

"Untuk itu, asesmen terpadu perlu dikuatkan dengan payung hukum yang lebih kuat," kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan Agung RI, Darmawel Aswar, saat menjadi narasumber acara "Training of Trainer Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba Terkait Hukum ke dalam Lembaga Rehabilitasi", di Yogyakarta, Selasa . 

Darmawel mengatakan sebagai salah satu bentuk upaya penguatan TAT tersebut, maka hal itu perlu dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Narkotika, karena "perber" saja tidak cukup untuk memayungi hal itu. 

Ia mengatakan pada dasarnya hasil rekomendasi TAT sangat membantu para penegak hukum dalam memformulasikan pasal apa yang dikenakan dan menjadi referensi vonis akhir yang diberikan. Hal ini menjadi penting untuk diingat agar tidak serta merta para  tersangka yang notabene hanya  penyalahguna narkoba berakhir di penjara. 

“Ada pertanyaan besar yang harus dijawab, yaitu apakah orang yang menyalahgunakan narkoba lalu memenjarakannya, maka tugas aparat penegak hukum selesai?," tanya Darmawel pada para peserta diskusi. 

Menurut Darmawel, fakta yang banyak dijumpai di lapangan adalah ketika penyalahguna narkoba masuk penjara, maka tingkat atau frekuensi penyalahgunaan narkoba malah bisa jauh lebih parah dibandingkan saat di luar. Bahkan, di dalam penjara, penyalahguna narkoba malah potensial untuk menjadi pengedar atau bandar. 

Ketika ditanya soal kebijakan penanggulangan narkoba, pria yang pernah menjadi Direktur Hukum BNN ini mengatakan bahwa secara global, sekarang ini dunia mulai berpikir bahwa pemenjaraan bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan persoalan penyalahgunaan narkoba.
 
Ia menyebutkan setidaknya Convention on Psychotropic Substances of 1971 di Vienna telah membahas tentang arti penting rehabilitasi. Ia menyebutkan bahwa Single Convention Amendement 1972 di Jenewa pun memuat tentang perlunya perawatan dan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika. 

Meski demikian, dalam catatannya, belum banyak negara di dunia ini yang mampu mengimplementasikan konsep penghukuman alternatif berupa rehabilitasi untuk para penyalahguna narkoba. Di Eropa saja, kata Darmawel, tiga negara yang dinilai konsisten hanya Belanda, Portugal, dan Swiss. Bahkan, di Portugal saja butuh belasan tahun untuk menyatukan persepsi di antara penegak hukumnya untuk menerapkan rehabilitasi.

Baca juga: Penanganan Penyalahguna Narkoba Harus Proporsional