Tenaga Medis ASEAN bertemu di Yogyakarta bahas penanganan gigitan ular

id Gigitan ular

Tenaga Medis ASEAN bertemu di Yogyakarta  bahas penanganan gigitan ular

Presiden Toxinology Society of Indonesia dr Tri Maharani berbicara dalam "The 5th International Symposium on ASEAN Marine Animals and Snake Environment Envenoming Management (AMSEM) 2018" di Yogyakarta, Selasa. (Foto Antara/Luqman Hakim)

 Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Puluhan tenaga medis dan ahli toksinologi dari negara-negara anggota ASEAN berkumpul di Yogyakarta, Selasa, membahas standar penanganan penyakit akibat gigitan ular dan hewan-hewan laut berbisa.
     
Kegiatan itu dikemas dalam rangkaian "The 5th International Symposium on ASEAN Marine Animals and Snake Environment Envenoming Management (AMSEM) 2018" yang berlangsung di Yogyakarta hingga 26 Oktober.
       
"Melalui pertemuan ini para medis, dokter maupun para ahli farmasi dari berbagai negara saling bertukar pengalaman penanganan awal penyakit akibat gigitan ular yang benar," kata Presiden Toxinology Society of Indonesia dr Tri Maharani di sela acara itu.
       
Menurut Tri, selama puluhan tahun gigitan ular dan hewan-hewan laut berbisa menjadi masalah yang terabaikan di Indonesia. 
       
Padahal penyakit akibat gigitan ular merupakan salah satu penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian.
     
 "Jutaan korban terpaksa harus meninggal karena masyarakat tidak paham penanganan awal (first aid) dan pengobatan yang tidak ada," kata dokter spesialis biomedik ini.
       
Menurut dia, sebagai negara agraris dengan pantai terpanjang se-Asia Tenggara, kasus gigitan ular menjadi salah satu permasalahan yang kompleks di Indonesia. Kerusakan ekosistem alam juga ikut menambah jumlah kasus gigitan hewan-hewan berbisa pada manusia.
       
Berdasarkan data Remote Envenomation Consultant Service (RECS) pada 2017 penyakit akibat gigitan ular mencapai 135.000 kasus per tahun di atas kanker yang mencapai 133.000 per tahun.
     
"Sehingga kasus gigitan ular ini sebenarnya merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia namun selama ini cenderung diabaikan," kata Tri yang juga Koordinator RECS Indonesia ini.
       
Di sela rangkaian simposium internasional itu, menurut dia, juga akan dilakukan penandatangan nota kesepahaman (MoU) kerja sama antara Toxinology Society of Indonesia dengan Malaysian Society on Toxinology. 
     
"Kerja sama kedua pihak menyangkut edukasi, pelatihan, dan riset mengenai penanganan dampak gigitan ular dan hewan berbisa lainnya. Kami berharap semakin banyak negara-negara yang berkolaborasi dalam penanganan ini," kata dia.