Kedekatan budaya diyakini menjadi kekuatan identitas ASEAN

id ASEAN, kebudayaan

Kedekatan budaya diyakini menjadi kekuatan identitas ASEAN

Delegasi dari sejumlah negara di ASEAN saat pembukaan 8th Meeting of ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA) di Yogyakarta, Rabu. (Eka Arifa Rusqiyati)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Kedekatan dan serta kemiripan budaya yang tumbuh dan berkembang di negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations diyakini menjadi perekat sekaligus kekuatan identitas yang layak diperhitungkan.
   
“Ada banyak variasi budaya yang memiliki kemiripan di antara negara-negara ASEAN. Kedekatan identitas antara satu sama lain ini menjadi kekuatan regional yang layak di perhitungkan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy usai membuka 8th Meeting of ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA) di Yogyakarta, Rabu.
   
Menurut Mendikbud, Indonesia akan memposisikan diri sebagai saudara tua di antara negara-negara di ASEAN dalam melaksanakan berbagai program dan skema di bidang budaya sehingga target untuk menjadikan keanekaragaman budaya sebagai kekuatan identitas ASEAN bisa terwujud.
   
“Indonesia adalah saudara tua, bukan hanya karena Indonesia adalah negara yang pertama kali merdeka di antara negara-negara di ASEAN tetapi juga memiliki penduduk yang besar dan wilayah yang sangat luas serta memiliki beraneka ragam kekayaan budaya dan peninggalan sejarah yang kaya,” katanya.
   
Beberapa kegiatan yang akan dilakukan di antaranya saling bertukar pengalaman antar negara-negara di ASEAN terkait upaya memelihara dan melestarikan warisan budaya benda dan tak benda.
   
Dalam pertemuan tersebut juga ditegaskan mengenai pentingnya “culture of prevention” sebagai nilai-nilai dasar dalam penyusunan setiap program atau kegiatan di bidang kebudayaan di tingkat ASEAN. 
   
Saat ini, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang di dalamnya mengatur mengenai strategi untuk mengimplementasikan regulasi yaitu perlindungan, pembangunan, pemanfaatan dan pembinaan.
   
Dan di dalam regulasi tersebut mengatur 10 objek budaya di antaranya tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, permainan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa dan ritus.
   
“Kami di kementerian juga memiliki beberapa program unggulan terkait budaya di antaranya program Indonesiana, kemah di wilayah perbatasan dan persemaian budaya dimana masyarakat dan generasi muda ditanamkan nilai-nilai positif dari kearifan lokal yang berkembang di masyarakat,” katanya.
     
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, ada beberapa amanat dari UU Nomor 5 Tahun 2017 yaitu penyusunan strategi kebudayaan yang diawali dari tingkat kabupaten/kota.
   
“Sejak Maret, setiap kota/kabupaten diminta untuk mengidentifikasi permasalahan dan mendata berbagai warisan budaya yang ada di wilayahnya sebagai dasar penyusunan rekomendasi dan strategi lokal untuk pemeliharaan dan pengembangan budaya,” katanya.
   
Strategi dari tingkat kota/kabupaten akan dijadikan dasar penyusunan kebijakan strategi di tingkat provinsi dan kemudian penyusunan strategi di tingkat nasional. “Kegiatan ini pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia ada upaya identifikasi kekayaan budaya dari tingkat bawah. Artinya upaya penyusunan strategi kebudayaan tidak hanya urusan ahli atau budayawan tetapi juga kelompok masyarakat yang lebih luas,” katanya.
   
Rumusan strategi budaya tingkat nasional tersebut diharapkan sudah dapat ditetapkan bertepatan dengan kongres kebudayaan tingkat nasional yang akan digelar Desember.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024