Masyarakat Yogyakarta diminta peka tanda bencana tanah longsor

id Longsor

Masyarakat Yogyakarta diminta peka tanda bencana tanah longsor

Warga mengevakuasi barang miliknya di lokasi bukit yang longsor di Dusun Jentir, Sambirejo, Ngawen, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Sabtu (4/3/2017). Aktivitas penambangan batu yang dilakukan di sebuah bukit batuan kapur tersebut menyebabkan material batu longsor pada Jumat (3/3/2017) dan menerjang rumah warga. Dua orang diperkirakan tertimbun material longsor. (ANTARA/Hendra Nurdiyansyah) (antara)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta meminta masyarakat peka dan waspada terhadap tanda-tanda bencana longsor yang berpotensi muncul saat memasuki musim hujan pada November 2018.
         
"Bencana longsor khan selalu diawali dengan hujan deras. Sehingga kalau hujan deras jangan malah langsung tidur enak-enak," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) DIY Biwara Yuswantana di Yogyakarta, Jumat.
           
Menurut Biwara, bencana longsor tidak terjadi tiba-tiba. Saat hujan deras, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor bisa langsung melakukan upaya mitigasi dengan melakukan pengecekan ada atau tidaknya retakan atau perubahan struktur tanah di sekelilingnya.
         
"Dicek apakah ada pergerakan tanah, apakah mulai ada tanah yang ikut terbawa aliran air. Kalau ada, mungkin sementara bisa mengamankan diri di kawasan yang bebas tanah longsor," kata dia.
           
Untuk memperkuat upaya mitigasi bencana longsor BPBD DIY tahun ini memasang eraly warning system (EWS) di tiga titik yakni di Desa Srimartani, Piyungan, Bantul, Desa Selomartani, Sleman, dan Desa Wonolelo, Pleret, Bantul. 
       
"Sensor EWS ini canggih bisa menangkap curah hujan, bisa menangkap data pergerakan tanah," kata dia.
       
Selain itu, kata dia, BPBD DIY juga terus menggencarkan pembentukan kelurahan dan desa tangguh bencana untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi potensi longsor serta berbagai potensi bencana lainnya di daerah ini.
       
"Tahun ini kami menargetkan menambah 25 desa tangguh bencana (destana). Sekarang sudah ada 213 desatana," kata dia.
         
Menurut Biwara, berdasarkan kajian BPBD DIY dari total 438 desa di DIY, sebanyak 301 desa yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota di DIY teridentifikasi paling rawan terhadap potensi bencana, baik longsor, gunung merapi, kekeringan, banjir, gempa, maupun tsunami.
       
Penentuan 301 desa rawan bencana itu, jelas Biwara, telah melalui berbagai kajian baik dari sisi geologis, sejarah kebencanaan, kapasitas desa dalam menghadapi bencana, hingga aspek kerusakan dan kerugian dari sisi ekonomi apabila terjadi bencana.
         
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Mlati, Agus Sudaryatno mengingatkan masyarakat mewaspadai potensi cuaca ekstrem menjelang pancaroba di daerah itu. "Cuaca ekstrem yang memicu angin kencang serta hujan lebat tetap perlu diantisipasi saat pancaroba," kata dia.
     
Agus mengatakan awal musim hujan tidak mengalami kemunduran atau tetap diperkirakan terjadi pada November. Pada dasarian (10 hari) pertama November, musim hujan terjadi paling awal di Sleman bagian utara, dilanjutkan Sleman bagian barat, Kulon Progo bagian utara dan Kulon Progo bagian barat. Sedangkan paling akhir terjadi pada dasarian ketiga November yang meliputi Gunung Kidul bagian Selatan, dan Bantul bagian Timur.