Ketua DPRD Kulon Progo memarahi Asosiasi Penambang

id Penambangan

Ketua DPRD Kulon Progo memarahi Asosiasi Penambang

DPRD Kulon Progo panggil penambang di wilayah ini. (Foto Antara/Mamiek)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Akhid Nuryati memarahi Asosiasi Penambang Kulon Progo yang mengeluhkan sulitnya mendapat izin penambangan di wilayah ini.
     
Akhid Nuryati di Kulon Progo, Senin, mengatakan selama ini, penambang yang ada di Kulon Progo menimbulkan masalah konflik sosial hingga kerusakan infrastruktur jalan.
   
 "Sejauh ini, penambangan baik andesit dan pasir dari sungai hanya menimbulkan masalah. Pendapatan pajak penambangan yang didapat pemkab, tidak sebanding dengan kerusakan jalan dan kerusakan sumber daya alam yang ditimbulkan," kata Akhid.
   
Ia mengatakan pada awal tahun, DPRD Kulon Progo mendorong target pendapatan retribusi tambang sebesar Rp16 miliar, tapi pemkab menyatakan tidak sanggup mencapai target tersebut dengan alasan potensi tambang masih rendah hingga kekurangan tenaga pemungut retribusi.
     
"Kalau kita lihat realitas dampak dari penambangan membuat hati miris dan emosi. Penambangan di Kulon Progo lebih banyak pelanggarannya dan kerugiannya dibandingkan keuntungan yang didapat," katanya.
   
Akhid juga meminta Asosiasi Penambang Kulon Progo tidak membandingkan penambangan di Kulon Progo dengan Purworejo, Jawa Tengah. Menurut dia, lahan di Purworejo yang ditambang berpotensi menjadi kawasan permukiman, kalau yang dikeruk di Kulon Progo berpotensi kerusakan lingkungan.
     
"Pada prinsipnya, pemkab akan mengeluarkan izin selama tidak melanggar aturan, baik Perda RTRW, perda tentang rencana detail tata ruang dan perda lingkungan," katanya.
     
Ia mengatakan adanya bandara ini, dewan juga memberikan opsi kepada pemkab apakah kawasan bukit menoreh akan dijadikan kawasan objek wisata atau menjadi kawasan pertambangan. 
     
Untuk itu, pemkab memilih opsi bukit menoreh menjadi kawasan wisata, maka dikeluarkan peraturan bupati soal larangan penambangan di Kecamatan Girimulyo dan Samigaluh. DPRD Kulon Progo sendiri mengusulkan tambahan lokasi larangan penambangan di Kecamatan Kalibawang, namun pemkab belum setuju dengan alasan mayoritas penambangan pasir dari Sungai Progo.
     
"Kami kami kelestarian sumber daya alam dan lingkungan jauh lebih penting, ketimbang izin penambangan," katanya.
     
Sementara itu, pengusaha tambang PT Abitra Sri Puji Astuti mengatakan Pemkab Purworejo sangat terbuka atas penambangan tanah urug dan penambangan lainnya. Namun sebaliknya, Pemkab Kulon Progo mempersulit pengurusan izin penambangan.
   
 "Kami mengurus izin penambangan sulit di sini. Kalau di Purworejo justru dipersilakan, tanpa dilarang," katanya.
     
Ketua Asosiasi Penambangan Kulon Progo Bambang Ratmoko mengatakan tanah urug bandara, 70 persennya berasal dari Purworejo karena proses izin penambangan lebih mudah. "Kulon Progo selalu dipersulit dalam penambangan," katanya.
     
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kulon Progo Heriyanto mengatakan pihaknya tidak akan mengeluarkan izin penambangan di luar kawasan yang diperbolehkan dalam Perda RTRW Kulon Progo. Berdasarkan aturan, kecamatan lokasi penambangan batu andesit di Kecamatan Kokap dan Pengasih. Kemudian lokasi penambangan pasir dengan cara tradisional di Lendah, Galur, Nanggulan, Sentolo dan Kalibawang.
   
 "Pelaksanaan penambangan harus sesuai aturan. Kami tidak akan mengeluarkan izin penambangan di luar peruntukan sampai ada kejelasan dalam revisi Perda RTRW," katanya.