UMP DIY Rp1,5 juta sudah final

id Buruh,Upah

UMP DIY Rp1,5 juta sudah final

Ilustrasi buruh garmen/dok (Foto ANTARA/dok)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 di daerah ini yang telah ditetapkan sebesar Rp1,5 juta pada Senin (29/10) sudah final dan tinggal menunggu Surat Keputusan (SK) Gubernur.
       
"(UMP) untuk tahun ini sudah final tinggal proses SK saja tanggal 1 (November) dan untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) setelah tanggal 1," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Andung Prihadi Santosa di Yogyakarta, Rabu.
           
Oleh sebab itu, Andung menegaskan tuntutan  buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY untuk membatalkan atau merevisi UMP DIY sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) versi mereka tidak bisa dilakukan.
           
Apalagi, kata Andung, penetapan UMP maupun UMK 2019 sebesar Rp1.570.922,73 telah melalui rapat koordinasi antara Gubernur, serta wali kota/bupati se-DIY bersama Dewan Pengupahan Provinsi yang di dalamnya telah ada unsur perwakilan buruh dan pengusaha. "Ya tidak bisa (direvisi). Gubernur dan bupati/wali kota sudah sepakat kok," kata dia.
         
Meski demikian, Andung mengatakan untuk perumusan UMP dan UMK pada 2020, Pemda DIY berjanji akan mempertimbangkan kembali komponen-komponen yang ada dalam KHL.
         
Karena PP Nomor 78/2015 yang mengatur rumusan UMP dan UMK merupakan urusan pemerintah pusat, menurut dia, pemerintah daerah hanya berwenang melakukan pencermatan pada KHL. 
       
Berdasarkan PP Nomor 78, penghitungan tingkat upah pekerja menggunakan rumus UMP berjalan ditambah pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
         
Dalam PP tersebut, pemerintah membuka peluang evaluasi survei KHL. Akan tetapi peluang perubahan KHL tersebut baru bisa dilakukan setiap lima tahun sekali dan baru akan dilaksanakan pada tahun 2020.
     
"Ke depan 2020 ada catatan kita akan melakukan revitalisasi dan pencermatan kembali KHL yang sudah ada agar mungkin lebih realistis dan lebih sesuai dengan Yogyakarta," kata dia.
           
Menurut dia, pencermatan kembali khususnya akan dilakukan pada KHL non-pangan karena untuk KHL pangan di Yogyakarta sudah paling rendah se-Indonesia. KHL non-pangan itu misalnya bantal, sarung, serta pakain. 
     
"Sehingga bisa saja nanti hasil KHL melebihi UMP yang dihitung menggunakan rumus PP. Tetapi itu perlu pembahasan dan pembahasan baru bisa dilakukan pada 2019," kata dia.
           
Pada Rabu (31/10) siang, belasan buruh yang tergabung dalam KSPSI DIY menggelar aksi unjuk rasa di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Mereka menuntut UMK di daerah ini ditetapkan Rp2,4-Rp2,9 juta serta menuntut pembatalan UMP DIY 2019 Rp1,5 juta. 
     
"Idealnya upah minum di Yogyakarta Rp2,4 sampai Rp2,9 juta paling rendah di Gunung Kidul dan paling tinggi di Kota Yogyakarta," kata Wakil Sekretaris DPD KSPSI DIY Agus Adi Irawan saat ditemui di sela aksi.
     
Agus menilai penetapan UMP sebesar Rp1,5 juta belum cukup membuat buruh di Yogyakarta menjadi sejahtera. Upah sebesar itu hanya mengakibatkan daya beli buruh rendah sehingga tidak mampu mencukupi Kebutuhan Hidup Layak.
         
Berdasarkan hasil survei KHL versi buruh di Yogyakarta, menurut dia, UMP serta UMK di Yogyakarta 2019 untuk provinsi mencapai Rp2,5 juta, Kota Yogyakarta Rp2.911.516, Kabupaten Sleman Rp2.584.273, Kabupaten Bantul Rp2.748.289, Kulon Progo Rp2.584.273, dan Kabupaten Gunung Kidul sebesar Rp2.440.517.***3***