JMI diberi waktu untuk bangun smelter hingga 2019

id Tambang pasir besi

JMI diberi waktu untuk bangun smelter hingga 2019

Dirjen Minerba pada Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengunjungi proyek percontohan penambangan pasir besi di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo  (Antaranews Jogja) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memberi tenggat waktu kepada PT Jogja Magasa Iron mendirikan smelter atau pabrik pengolahan tambang biji besi di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, hingga 2019.
     
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Selasa, mengatakan sanpai saat ini, PT Jogja Magasa Iron (JMI) belum mampu membuat smelter dengan berbagai alasan.
     
"Berdasarkan koordinasi dengan Pemda DIY dan JMI, bahwa batas akhir pembangunan smelter berakhir 2019. Sehingga masih ada waktu satu tahun ke depan. Kalau tidak sanggup maka kontrak karya bisa dibatalkan," kata Hasto.
   
 Ia mengatakan kontrak karya PT JMI ini, pembuatan smelter diperpanjang satu tahun. Kemudian, satu tahun ini habisnya akhir 2019. Pembebasan lahan sejak 2013 dalam rangka pembuatan smelter. Seharusnya, PT JMI langsung membangun pabrik, tapi ternyata tidak segera dibangun. Normalnya, pembuatan smelter dua tahun, diperpanjang satu tahun.
   
Perpanjangan kedua dilaksanakan sampai saat ini. "Kalau perpanjang pembangunan smelter tidak terealisasi, maka kontrak karya bisa batal demi hukum," katanya.
     
Sebelumnya, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY Budi Wibowo meminta PT Jogja Magasa Iron segera membangun pabrik dan smelter tambang pasir besi di Kabupaten Kulon Progo, paling lambat 2019.
   
PT JMI sudah berhenti lama dan tidak melaksanakan rencana kerja anggaran belanja (RKAB) sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan, dan Pemkab Kulon Progo hanya berdiam tidak melakukan tindakan apa-apa.
     
"Kenapa begitu lama tidak ada yang mengutik-utik itu. Hal itu tindakan salah. Kalau pasir besi tidak berjalan, tanah seluas 3.000 hektare terpasung tidak digunakan, karena didiamkan," kata Budi Wibowo.
     
Menurut dia, pemkab dituntut responsif terhadap masalah investasi, dan JMI tidak bisa didiamkan. Seharusnya PT JMI sudah harus beroperasi karena izin dari Kementerian ESDM sudah dikeluarkan.
     
"Rencana biaya operasional sudah keluar. Kita pantau bersama. Kalau JMI tidak bisa melaksanakan pembangunan pabrik, tiup peluit saja. Harus berhenti," katanya.
     
PT JMI adalah pemilik izin kegiatan operasi produksi untuk lahan tambang pasir besi, yang membentang dari Sungai Serang sampai Pantai Trisik, Kulonprogo hingga 2048. Tapi, sejak memiliki kontrak karya terhadap lahan itu pada 2008, PT JMI belum pernah beroperasi karena bermasalah dengan struktur kepemilikan.
     
Pemda DIY sempat memanggil pimpinan PT JMI dengan tujuan meminta klarifikasi, sekaligus memberi desakan agar segera beroperasi. Ketika itu, Budi mengatakan PT JMI harus membuat RKAB sebelum 24 April 2018 atau hari terakhir dari masa penangguhan kedua yang diajukan perusahaan itu.
     
Budi mengatakan, apapun yang ada dalam RKAB harus dijalankan. Jika pada 2019 nanti PT JMI tidak menjalankan apa yang harus dilaksanakan, maka perusahaan itu akan mendapatkan sanksi. Hukuman akan dimulai dengan penjatuhan surat peringatan (SP) I. Jika tetap tak digubris, akan diberi SP II. Setelah keduanya tak dituruti, maka sanksi dinaikan jadi pemberhentian sementara, yang bisa saja diakhiri dengan pencabutan izin.
     
"Hanya itu ada tenggat waktunya. Itu bukan wilayah kontrak lagi lo, jadi wilayahnya sudah beda. Sekarang izin usaha penambangan, sehingga dia harus manut sama pemberi izin. Kalau kontrak karya berlaku kayak undang-undang. Sekarang sudah enggak ada lagi kontrak karya itu," jelas Budi.