Ribuan warga berebut Gunungan Grebeg Maulid Yogyakarta

id Grebeg

Ribuan warga berebut Gunungan Grebeg Maulid Yogyakarta

Warga Yogyakarta berebut gunungan pada perayaan Grebeg Maulud di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Rabu (21/11). (Foto Antara/Luqman Hakim)

Yogyakarta  (Antaranews Jogja) - Ribuan warga dari berbagai daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta berdesak-desakan berebut hasil bumi dan makanan yang disusun dalam bentuk lima pasang gunungan dalam perayaan Grebeg Maulud di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu.
         
Dalam gelaran "Grebeg Maulud" Tahun Jawa  Be 1952 itu, tujuh gunungan yang berisi aneka hasil bumi diarak ratusan bregada dari Siti Hinggil Keraton Yogyakarta. 
     
 Sebanyak lima gunungan yang terdiri atas Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, Gunungan Darat Gunungan Gepak, dan Gunungan Pawuhan diarak menuju Masjid Gedhe Yogyakarta. Sedangkan dua Gunungan Lanang diserahkan ke Kepatihan dan satu lagi ke Puro Paku Alaman.
       
 Pantauan Antara, warga yang telah menunggu sejak pagi di pelataran Masjid Gedhe Kauman langsung berebut gunungan, meski penghulu Keraton Yogyakarta belum tuntas membacakan do'a.
       
 Tuminah (50), warga asal Wonosari, Gunung Kidul mengaku kesulitan berebut gunungan. Ia takut terinjak-injak saat mendekati gunungan bersama ribuan warga lainnya.
         
"Tadi saya sampai jatuh, saya tidak berani mendekat karena takut terinjak-injak," kata Tuminah yang mengaku menginap di Majid Gedhe Kauman sejak Selasa (20/11) siang untuk menantikan acara Grebeg Maulud tersebut.
       
 Meski demikian, Tuminah yang datang bersama suaminya mengaku senang karena akhirnya bisa membawa pulang seutas ketan yang ia dapatkan hasil meminta dari warga lain.
         
"Senang meskipun dari meminta tadi. Akan saya simpan di rumah mudah-mudahan bisa menjadi obat penyakit saya," kata dia.
         
Adik Raja Keraton Ngayogyakarta, Gusti Bendara Pangerah Harya (GBPH) Yudhaningrat mengatakan acara Grebeg Maulud diselenggarakan Keraton Ngayogyakarta setiap tahun untuk memeringati hari lahir Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai sarana syiar Agama Islam di Yogyakarta.
           
"Karena dahulu di Jawa masih agama Hindu dan Budha, sehingga perlu suatu arak-arakan dari Keraton Yogyakarra berupa upacara grebeg ini," kata dia.
       
Selain itu, lanjut Yudhaningrat, Grebeg Maulud juga menjadi simbol hubungan raja dengan rakyatnya. Sejumlah gunungan berisi hasil bumi yang dikeluarkan juga menandakan kemakmuran Daerah Istimewa Yogyakarta.
         
Meski demikian, untuk pelaksanaan Grebeg Maulud tahun inu, Yudhaningrat menyayangkan emosional warga yang tidak mau bersabar menunggu do'a selsai sebelum merayah gunungan.
       
 "Ya seharusnya do'a diselesaikan dulu oleh kiai penghulu baru diperebutkan. Mudah-mudahan do'a kiai penghulu nanti tetap terkabul meski gunungan sudah diperebutkan duluan," kata dia.