Menristekdikti: tidak ada toleransi jual beli ijazah

id Menristek,Ijazah bodong

Menristekdikti: tidak ada toleransi jual beli ijazah

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir saat ditemui di Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta, Rabu. (Foto Antara/Luqman Hakim)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menegaskan tidak akan memberikan toleransi jika ada perguruan tinggi yang terbukti melakukan praktik jual beli ijazah.
       
"Jika kampus melakukan jual beli ijazah pasti sudah saya tutup. Saya tidak menoleransi hal ini terjadi, siapapun yang melakukan," kata Menteri Nasir di Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu.
         
Nasir juga menegaskan tidak segan-segan memecat staf atau pegawai di Kemenristekdikti yang ketahuan dan terbukti ikut bermain dalam kasus jual beli ijazah di perguruan tinggi.
         
Sebelumnya, salah satu media daring Tirto.id melalui laporan investigasinya pada 26 November 2018 menyebut masih adanya kasus ijazah bodong di salah satu perguruan tinggi yang melibatkan campur tangan salah satu staff khusus di Kemenristekdikti.
         
Merespons pemberitaan itu, Menteri Nasir menyatakan telah memanggil dan mengkonfirmasi staff khusus yang dimaksud. Staff khsusus tersebut mengaku tidak terlibat dalam kasus itu. 
       
"Saya panggil dia. Dia bilang enggak melakukan. Ya sudah silakan laporkan siapa yang melakukan ini jangan ada yang memainkan peran ini," kata Nasir menirukan percakapan dengan staff khususnya.
         
"Kalau ada keterlibatan dari dia pasti sudah saya berhentikan. Saya tidak mau toleransi. Beberapa dosen  saya berhentikan, saya tidak mau ambil risiko apa pun," kata dia lagi.
           
Meski demikian, Nasir mengklaim bahwa kasus-kasus terkait ijazah bodong sejatinya sudah selesai sejak 2015. "Yang kemarin kampus itu sudah tidak ada, 'wong' sudah saya tutup Tahun 2015 dan itu digoreng lagi muncul, itu saya tidak mau," katanya.
           
Menurut dia, hingga saat ini Kemenristekdikti telah menutup 243 perguruan tinggi meski tidak seluruhnya terkait kasus ijazah bodong.
           
Dalam kesempatan itu, Nasir kembali menjelaskan bahwa perguruan tinggi dapat digolongkan terlibat kasus ijazah bodong yakni apabila mahasiswanya tidak menjalani kuliah sama sekali namun mendapatkan ijazah akibat praktik jual beli ijazah. Kedua, mahasiswa tidak melakukan proses pembelajaran yang baik dan tidak sesuai dengan standar pendidikan tinggi. 
       
"Ketiga, kuliah di daerah yang tidak jelas dan tidak dilaporkan kepada kementerian, itu juga ijazah bodong," kata Nasir.