Catatan Akhir Tahun - Yogyakarta menuju daerah pengekspor ikan segar

id ikan

Catatan Akhir Tahun - Yogyakarta menuju daerah pengekspor ikan segar

ikan hasil tangkapan nelayan, dok, ilustrasi ( ANTARA FOTO/Rahmad/aww/17.)

Yogyakarta  (Antaranews Jogja) - Kegiatan ekspor di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikenal cukup bergairah mengingat banyaknya pelaku industri kreatif di daerah itu. Sejumlah komoditas ekspor andalan DIY antara lain batik serta aneka fesyen lainnya, mebel, kerajinan, dan aneka barang berbahan kulit.
     
Selain itu, ada juga produk lain seperti minyak atsiri, kosmetik, serta wangi-wangian yang menempati posisi sebagai komoditas ekspor andalan asal kota gudeg itu.

Kendati demikian, meski memiliki potensi yang tidak kalah besar, produksi hasil tangkapan laut khususnya ikan segar hingga saat ini belum pernah tercatat sebagai komoditas ekspor di DIY.

Sejumlah produk perikanan tangkap yang memiliki nilai ekspor cukup besar di DIY yakni ikan tongkol, cakalang, tuna serta ikan layur dengan total volume tangkapan rata-rata mencapai 3.000 ton per tahun.

Kendati potensinya cukup tinggi, hasil tangkapan ikan tersebut sebagian besar tidak dijual untuk warga di DIY. Hasil tangkapan ikan tersebut lebih banyak menyasar konsumen Jepang, Singapura, serta Malaysia. Namun, kegiatan ekspor ikan-ikan itu harus melalui Surabaya, Jawa Timur atau Semarang, Jawa Tengah.

Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY Nur Ahmad Affandi mengakui "marine product" atau produk kelautan DIY sejak lama memiliki potensi yang luar biasa. Hal itu antara lain berkaitan dengan tingkat kedalaman dan kondisi pencemaran yang masih rendah di laut selatan DIY.

Menurut Direktur Utama PT Tarumartani ini, kualitas ikan tuna di DIY tidak kalah bersaing dengan kualitas ikan tuna yang ada di Korea Selatan.

Meski demikian, ekspor ikan segar belum bisa dilakukan secara langsung dari DIY karena hingga saat ini daerah ini belum memiliki unit pengolahan ikan berstandar ekspor. Pasalnya, untuk mendapatkan pengurusan izin ekspor (approval number), unit pengolahan ikannya juga harus memenuhi berbagai standar yang ditentukan.

Berstandar Ekspor

Kebutuhan unit pengolahan ikan itu dibenarkan oleh Kepala DKP DIY Bayu Mukti Sasongka. Menyadari tingginya potensi itu, Pemda DIY bercita-cita membangun unit pengolahan ikan yang berstandar internasional setelah pembangunan Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarto di Kabupaten Kulon Progo rampung.

Menurut Bayu, unit pengolahan ikan berskala ekspor diperlukan mengingat tingginya potensi hasil perikanan di laut selatan. Nelayan di DIY selama ini diperkirakan baru menggarap 1-2 persen saja dari seluruh potensi perikanan yang ada di laut selatan.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY, hingga triwulan III Tahun 2018 produksi ikan tangkap di DIY mencapai 4.613 ton.

Pembangunan unit pengolahan ikan itu harus menunggu operasional Tanjung Adikarto karena untuk membangun unit pengolahan tersebut juga membutuhkan sejumlah persyaratan, diantaranya produksi ikan hasil tangkapan nelayan DIY harus mencapai angka tertentu.

Saat ini, di DIY terdapat puluhan unit pengolahan ikan yang dikelola oleh sejumlah kelompok nelayan. Hanya saja seluruhnya masih berstandar mikro, sehingga baru bisa menghasilkan produk-produk olahan ikan seperti nuget ikan, keripik kulit ikan, presto, serta otak-otak ikan untuk dijual di pasar domestik.

Bayu meyakini setelah Pelabuhan Tanjung Adikarto beroperasi, produksi ikan tangkap akan mengalami peningkatan signifikan yang diperkirakan bisa mencapai 270.000 ton per tahun. Jauh dari rata-rata hasil tangkapan ikan selama ini yang belum mampu mencapai 10.000 ton per tahun.

Setelah Pelabuhan Tanjung Adikarto beroperasi kapal-kapal besar berukuran 10-30 grosston (GT) ke atas bisa berlabuh. Tangkapan ikan yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal besar jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan kapal-kapal tempel seperti yang saat ini digunakan para nelayan DIY.

Sementara itu, Pelabuhan Tanjung Adikarto sendiri baru bisa ditargetkan beroperasi pada 2021 karena pembangunan fisik lanjutan pelabuhan itu baru dilakukan pada 2020. Adapun pada 2019 baru akan dilakukan kajian desain maupun biaya pembangunan secara menyeluruh.



Bandara Internasional NYIA

Setelah Pelabuhan Tanjung Adikarto dan unit pengolahan ikan berstandar ekspor berdiri, komoditas ekspor di DIY diyakini akan semakin terdongkrak dengan kehadiran komoditas baru yakni ikan segar.

Akses atau sarana untuk pengiriman produk ekspor DIY akan mendapatkan dukungan yang kuat dari Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo yang ditargetkan mulai beroperasi pada April 2019.

General Manager Angaksa Pura 1 Bandara Adisutjipto Agus Pandu Purnama mengatakan dukungan terhadap potensi ekspor yang besar itu juga akan diwujudkan dengan penyediaan kawasan khusus cargo dengan ukuran yang besar di NYIA.

Dia merencanakan pembangunan cargo village di kompleks NYIA. Di dalam Perkampungan cargo itu nantinya akan berdiri perkantoran berbagai instansi yang berkaitan dengan aktivitas ekspor-impor seperti Bea Cukai, Balai Karantina Ikan dan Tumbuhan, serta berbagai agen regulasi lainnya.

Cargo village menerapkan konsep one stop service. Di cargo village bisa mengirim dan menerima barang (ekspor-impor) dengan cepat, efektif, dan tentunya dengan diikuti peralatan yang lebih canggih dari Bandara Internasional Adisutjipto.

Kapasitas kargo yang ada di Bandara Andisutjipto saat ini rata-rata hanya mampu mengangkut 30-50 ton per hari. Kondisi landas pacu yang memiliki panjang 2.250 meter membuat AP 1 harus membatasi muatan pesawat yang mendarat karena semakin berat pesawat semakin membutuhkan landas pacu yang panjang pula.

Dengan kondisi itu, potensi ekspor berbagai komoditas di Yogyakarta yang seharusnya cukup tinggi, harus dibatasi karena keterbatasan sarana kargo itu.

Selain menyediakan kawasan khusus kargo, jumlah dan kapasitas penerbangan NYIA diperkirakan akan mengalami kenaikan 200 persen dari kondisi yang ada di Bandara Adisutjipto. Panjang landas pacu di NYIA yang pada pembangunan tahap pertama ditargetkan mampu mencapai 3.250 meter bahkan sudah bisa didarati pesawat Boeing 777 yang mampu mengangkut beban hingga 300 ton.



Kredit Ekspor Perbankan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong perbankan menggenjot fasilitas kredit pembiayaan untuk industri berorientasi ekspor di daerah ini karena potensinya cukup besar untuk dikembangkan, termasuk produk kelautan.

Kepala KPBI DIY Budi Hanoto menyebut peningkatan ekspor sangat diperlukan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu dan tidak merata seperti saat ini. Selain itu, ditambah dengan kebijakan Amerika Serikat (AS) yang masih akan menaikkan suku bunga The Fed sampai 2019.

Selain itu, peningkatan nilai ekspor jug diperlukan untuk membenahi kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia yang sampai saat ini masih defisit.

BI mengakui hingga saat ini sejumlah produk di DIY yang memiliki peluang besar di pasar ekspor antara lain furnitur, aneka kulit, serta tekstil beserta produk turunannya, dan tidak lama produk lagi kelautan juga akan bersaing untuk memperebutkan peluang itu.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY ekspor di DIY selama September 2018 menunjukkan penurunan sebesar 6,41 persen dibanding bulan sebelumnya. Dibandingkan 2017, kumulatif Januari-September 2018, nilai ekspor meningkat sebesar 11,06 persen dengan lebih dari setengah nilai ekspor dikirim ke Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang.*