Puspar UGM sarankan investasi hotel di luar Yogyakarta

id pembangunan hotel

Puspar UGM sarankan investasi hotel di luar Yogyakarta

Ilustrasi pembangunan hotel (Foto antaranews.com)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada menyarankan agar investasi untuk pembangunan hotel diarahkan ke beberapa wilayah di luar Kota Yogyakarta seperti Kabupaten Kulon Progo yang sebentar lagi memiliki bandara.

“Sebentar lagi, bandar udara internasional di Kulon Progo akan beroperasi. Tentunya, wilayah tersebut membutuhkan tambahan fasilitas seperti hotel untuk mendukung pengembangan pariwisata,” kata Peneliti Senior Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Baiquni di Yogyakarta, Jumat.

Dengan demikian, lanjut dia, pertumbuhan hotel baru tidak selalu terjadi di Kota Yogyakarta saja tetapi juga merata di kabupaten lain di DIY.

“Pemerintah DIY juga perlu terlibat dalam menentukan kebijakan untuk pemerataan pembangunan hotel baru dengan mengarahkan investor untuk bisa membangun hotel di Kabupaten Kulon Progo atau di Gunungkidul,” katanya.

Baiquni khawatir jika pertumbuhan hotel di Kota Yogyakarta terus terjadi padahal luas Kota Yogyakarta terbatas, maka akan menimbulkan berbagai dampak di bidang lingkungan, sosial dan kondisi keruangan Kota Yogyakarta.

“Daya dukung Kota Yogyakarta juga harus diperhatikan. Jangan sampai pertumbuhan hotel tersebut justru menimbulkan dampak yang tidak baik. Misalnya saja, kepadatan lalu lintas, polusi hingga ketersediaan air tanah,” katanya.

Selain menyarankan investasi hotel di luar Kota Yogyakarta, Puspar juga meminta Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengevaluasi kembali seluruh izin hotel yang diterbitkan guna memastikan bahwa investor mematuhi aturan yang berlaku.

“Tujuan pengawasan ini adalah untuk memastikan supaya kualitas dan pelayanan yang diberikan oleh hotel di Kota Yogyakarta memang sudah sesuai dengan standar. Yogyakarta pasti tidak ingin dikenal sebagai kota dengan pelayanan atau kualitas hotel yang buruk,” katanya.

Ia juga menyoroti tentang arsitektur hotel di Kota Yogyakarta yang dinilai kurang mengindahkan aspek budaya tradisional sehingga tidak menonjolkan ciri khas Yogyakarta. “Jika nanti ada izin yang diberikan untuk pembangunan hotel baru, maka pemerintah daerah perlu memastikan bahwa arsitektur bangunan harus mencerminkan budaya Yogyakarta,” katanya.

Sedangkan keberadaan New Yogyakarta International Airport yang rencananya akan beroperasi mulai April, lanjut Baiquni, tidak serta merta akan meningkatkan jumlah wisawatan yang berkunjung ke DIY. “Peningkatan akan terjadi bertahap. Namun tetap harus diantisipasi dengan persiapan yang matang,” katanya.

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2018 yang mengatur pencabutan moratorium izin pembangunan hotel khusus untuk bintang empat dan lima adalah bagian dari perpanjangan moratorium.

“Peraturan ini harus dilihat sebagai perpanjangan moratorium. Hanya saja, ada hal-hal yang dikecualikan yaitu dibuka izin untuk hotel bintang empat dan lima,” katanya.

Hingga saat ini, lanjut dia, belum ada investor yang memasukkan permohonan izin pembangunan hotel bintang empat dan lima.

“Tunggu petunjuk pelaksanaannya dulu. Kami akan siapkan petunjuk pelaksanaannya untuk mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi jika ingin membangun hotel bintang empat dan lima. Syarat ini cukup terperinci mulai dari luasa lahan, luas kamar, fasilitas hotel, lahan parkir, sumber air, dan aturan lain,” katanya.

Haryadi menyebut, Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2018 tersebut diharapkan mampu mendukung pengembangan industri pariwisata di Kota Yogyakarta.

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024