Akademisi: tenaga kefarmasian di puskesmas perlu dicukupi

id obat

Akademisi: tenaga kefarmasian di puskesmas perlu dicukupi

Ilustrasi (Foto antaranews.com)

Yogyakarta (Antaranews Jogja) - Tenaga kefarmasian di puskesmas perlu dicukupi agar konsep pengobatan individu berbasis pilihan pasien dapat dipenuhi, kata dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Prof Dyah Aryani  Perwitasari PhD.
     "Hal itu penting karena tidak semua puskesmas di Indonesia dapat melaksanakan konsep pengobatan individu berbasis pilihan pasien," kata Dyah dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Yogyakarta, Sabtu.
     Ia mengemukakan jumlah tenaga kesehatan di Indonesia pada 2017 mencapai 836.446 orang, yang 45.839 orang di antaranya adalah tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
     "Jumlah tenaga kefarmasian yang ada di puskesmas di seluruh Indonesia mencapai 12.155 orang. Hanya 2.641 dari total 9.821 puskesmas di seluruh Indonesia yang melaporkan mempunyai tenaga kesehatan promotif dan preventif lengkap, termasuk tenaga kefarmasian," katanya.
     Menurut dia, pengobatan individu berbasis pilihan pasien perlu dimulai dari pelayanan kesehatan primer atau puskesmas. Hal itu sesuai dengan apa yang telah dicanangkan pemerintah yakni optimalisasi program jaminan kesehatan nasional.
     "Namun, melihat faktor-faktor yang mendukung pelayanan kesehatan yang baik untuk masyarakat, diperlukan usaha yang lebih besar agar pengobatan individu berbasis pilihan pasien dapat terlaksana," kata Dyah.
     Ia mengatakan pilihan pasien adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh pasien yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan keputusan terkait dengan kesehatan dan pengobatannya.
     Pemilihan obat yang tepat berdasarkan konsep farmakogenetik, menurut dia, belum tentu dapat diterima oleh pasien. Jika pasien tidak dapat menerima pilihan pengobatan yang diputuskan oleh dokter karena alasan tertentu, pasien berhak menolak pilihan pengobatan tersebut.
     "Dengan demikian, dokter dan apoteker perlu bekerja sama untuk mencari kembali pilihan pengobatan yang sesuai berdasarkan pada pengobatan individu berbasis pilihan pasien," kata Dyah.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024