Legislator minta DLH-DPUPKP memperbaiki drainase Kota Wates

id Drainase

Legislator minta DLH-DPUPKP memperbaiki drainase Kota Wates

Sekretaris Komisi IV DPRD Kulon Progo Hamam Cahyadi melakukan tinjauan lapangan di Desa Giripeni soal saluran drainase yang kurang baik. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hamam Cahyadi meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pekerjaan umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman melakukan perbaikan drainase di Kota Wates.
   
Hamam di Kulon Progo, Selasa, mengatakan Kota Wates akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dengan adanya Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang berdampak munculnya kawasan padat penduduk dan kawasan kumuh, sehingga perlu adanya penataan drainase.
   
"Saat ini, Kecamatan Wates menghadapi persoalan lingkungan pemukiman kumuh. Salah satu indikatornya adalah banyaknya genangan lebih dari 30 centimeter bila terjadi hujan lebih dari dua jam," kata Hamam.
   
Menurut dia, genangan air tersebut disebabkan drainase pemukiman banyak yang belum berfungsi baik, sehingga air limpahan hujan menggenang di sekitar pemukiman. Pada jaring aspirasi masyarakat masa sidang pertama, mayoritas mengeluhkan persoalan ini.
   
"Artinya di Wates membutuhkan infrastruktur berupa drainase lingkungan, sehingga perlu diprioritaskan baik melalui dana desa maupun APBD kabupaten," katanya.
     
Untuk itu, Hamam mendorong penyelesaian masalah pemukiman kumuh ini bisa sejalan dengan program pengentasan kemiskinan sehingga program padat karya infrastruktur sangatlah tepat.
     
"Padat karya akan menyerap tenaga kerja untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin sekaligus penanganan pemukiman kumuh. Masyarakat bisa terlibat langsung dalam perencanaan bangunan yang sesuai kondisi lingkungannya," katanya.
   
Sementara itu, Koordinator program kota tanpa kumuh (KOTAKU) Kabupaten kulon Progo Sodikin mengatakan berdasarkan surat keputusan bupati lokasi kumuh pada 2016 ada 10 desa/kelurahan yang ada di lima kecamatan dengan luas 293,79 hektare.
   
Ia mengatakan program kota tanpa kumuh yg fokus di Kecamatan Wates telah menurunkan luasan kumuh khususnya di Kelurahan Wates dan Desa Giripeni hingga 8.73 hektare dengan status dari kujuh ringan telah menjadi tidak kumuh, tetapi masih ada  beberapa masalah kumuh yang belum tertangani. Sehingga perlu kolaborasi dengan sumber-sumber kolaborasi lainnya, baik APBN, APBD I, APBD 2, APBDes, dan swadaya sumber-sumber lain dari swasta.
     
"Strategi kolaborasi sebagai keniscayaan dalam menangani permasalahan kumuh," katanya.
     
Sodikin mengatakan dari 10 desa, tinggal delapan desa lainnya yang harus tertangani. Dalam hal ini Pemkab Kulon Progo menjadi nahkodanya dalam nyelesaikan target nol persen kumuh. Peran pokja PKP kabupaten sangat srategis.
   
"Pada tahun lalu pokja PKP telah menyusun dokumen RP2KPKP kabupaten. Kolaborasi merupakan sebuah keniscayaan  dalam penanganan kumuh dan telah dinyatakan sebagai platform program KOTAKU," katanya.
     
Program Kotaku memiliki sejumlah dokumen penting, termasuk dokumen perencanaan di tingkat tingkat kelurahan/desa, kabupaten yg perlu diadvokasi  kepada tim perencana dan perumus draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) maupun RPJM Daerah.
     
"Advokasi dengan melakukan "insert" substansi yang terdapat pada dokumen  pananganan kumuh  tingkat desa.Melalui proses musrenbang desa, musrebsng kecamatan dan musren kabupaten," katanya.