Bantul (Antaranews Jogja) - Belasan orang mantan karyawan korban pemutusan hubungan kerja perusahaan modal asing PT Kharisma Eksport mengadu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta guna memperjuangkan hak-hak mereka.
Kuasa Hukum mantan karyawan Alouve Rydha Mustafa saat mendampingi kliennya di Bantul, Selasa, mengatakan, aduan ke instansi pemerintah itu disampaikan karena para mantan karyawan tersebut tidak mendapat pesangon layak meski sudah beberapa tahun bekerja setelah di PHK.
"Statusnya (saat masih bekerja) karyawan kontrak, ada yang sudah bekerja selama delapan tahun, enam tahun, empat tahun dan dua tahun. Dan mereka ini diberhentikan secara sepihak, karena tidak dijelaskan alasannya, tahu-tahu di-PHK, " katanya.
Dia mengatakan, setidaknya ada 29 karyawan perusahaan yang beralamat di Jalan Parangtritis Sewon yang di PHK dan kini sedang diperjuangkan nasibnya, pemberhentian dilakukan secara spontan dalam dua gelombang tanpa ada pemberitahuan terlebih dulu.
"Tanpa surat pemberitahuan terlebih dulu teman-teman sudah di-PHK secara spontan, gelombang pertama ada 11 orang, kemudian gelombang dua ada 18 orang, jadi totalnya ada 29 orang, tapi yang hadir ini lebih dari 10 orang," katanya.
Menurut dia, mediasi dengan pihak manajemen yang difasilitasi dinas sudah dilakukan dua kali, namun belum ada kejelasan alasan dari pihak perusahaan kenapa di-PHK pada awal 2019. Dan pada mediasi ketiga ini, pihak perusahaan punya etikad baik untuk memberi pesangon.
"Tadi (perusahaan) mau dihitung dulu berapa, kalau permintaan dari (mantan) pekerja yang sudah kita ajukan baik dari gelombang pertama dan kedua hampir sebesar Rp400 juta, kita tunggu pertemuan selanjutnya," katanya.
Sementara itu, Mujiman, mantan pekerja PT Kharisma Eksport mengatakan, mulai bekerja di perusahaan sejak 2011, namun diberhentikan pada awal 2019 tanpa ada pemberitahuan terlebih dulu alasannya meski sudah bekerja dengan sistem kontrak selama delapan tahun.
"Tidak tahu sebabnya, tahu-tahu dipanggil menghadap HRD bahwa saya sudah tidak bekerja, hanya diberi tali asih sebesar Rp1,3 juta, tidak ada yang lain. Sebelumnya belum ada pemberitahuan, tiba-tiba saja," katanya.
Mujiman yang bekerja sebagai 'cleaning service' perusahaan dengan upah harian sekitar Rp60 ribu per hari ini mengaku tidak pernah mendapat surat peringatan atau melakukan kesalahan saat bekerja, apalagi setiap tahun juga mendapat tunjangan hari raya jelang Lebaran.
"Perjanjian kerja sistem kontrak, setiap setengah tahun diperbaharui, namun tahun ini tidak diminta tandatangani (kontrak kerja), tahu tahu dipanggil. Harapannya seperti keinginan teman-teman ada tali asih," katanya.
Sedangkan Kuasa Hukum PT Kharisma Eksport Prisma Whardana usai mediasi mengatakan, perusahaan mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan perselisihan dengan mantan karyawan tersebut dan akan mempertimbangkan tuntutan karyawan.
"Perusahaan punya itikad baik untuk selesaikan, prinsipnya kami tidak menolak tuntutan dari karyawan, dan akan kami sampaikan ke manajemen. Kalau terkait PHK itu karena efisiensi dan kinerja karyawan itu sendiri, tapi yang pokok adalah efisiensi perusahaan," katanya.
Berita Lainnya
Banyak perusahaan tak liburkan karyawan saat Pemilu 2024, beber Komnas HAM
Rabu, 21 Februari 2024 19:37 Wib
Karyawan Solitech diperiksa Kejagung soal kasus BTS Kominfo
Rabu, 31 Januari 2024 4:58 Wib
Fintech Flip PHK karyawan
Kamis, 11 Januari 2024 6:33 Wib
TER PPh tak beri beban baru karyawan di Indonesia
Selasa, 9 Januari 2024 4:34 Wib
Karyawan XL Axiata bangun sarana air bersih di Brebes
Rabu, 27 Desember 2023 21:57 Wib
PT Dirgantara Indonesia mengakui cicil gaji karyawannya
Sabtu, 23 Desember 2023 11:55 Wib
Peringati HUT ke-86, ANTARA Biro Yogyakarta gelar silaturahmi karyawan dan pensiunan
Kamis, 14 Desember 2023 14:31 Wib
Gubernur umumkan UMP paling lambat 21 November 2023
Selasa, 14 November 2023 7:06 Wib