BPBD Sleman imbau masyarakat waspadai bencana hidrometeorologi

id Bencana hidrometeorologi

BPBD Sleman imbau masyarakat waspadai bencana hidrometeorologi

Barak pengungsian bencana erupsi Merapi dan gedung serbaguna Desa Donokerto, Turi yang rusak parah akibat diterjang angin kencang beberapa waktu lalu. (Foto Antara/Victorianus Sat Pranyoto)

Sleman (ANTARA) - Badan Penaggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi terjadinya bencana hidrometeorologi di wilayah setempat.

"Selama musim hujan, seluruh wilayah Sleman rawan bencana, terutama bencana hidrometeorologi, termasuk angin kencang atau puting beliung," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Makwan di Sleman, Kamis.

Menurut dia, dari data BPBD Sleman, sepanjang Februari 2019 telah terjadi berbagai macam bencana di beberapa wilayah Sleman.

"Bencana angin kencang yang terjadi di 264 titik, longsor lima titik, petir lima titik dan banjir di 15 titik. Prosentase bencana terbesar selama Februari di Kecamatan Turi," katanya.

Ia mengatakan, dari data ada 141 jiwa yang terdampak juga mengakibatkan tiga Kepala Keluarga (KK) mengungsi dan korban jiwa satu orang meninggal dunia.

"Fasilitas umum juga banyak yang rusak ringan, sedang dan berat," katanya.

Makwan mengatakan, hampir seluruh wilayah Sleman diterjang angin kencang.

"Sehingga masyarakat kami minta untuk waspada terhadap potensi bencana yang disebabkan oleh cuaca ekstrem," katanya.

Plt Koordinator Satklim BMKG Mlati, Sleman Etik Setyaningrum menjelaskan hujan masih akan terjadi di wilayah DIY dalam beberapa hari ke depan. Baik itu dalam intensitas sedang atau lebat.

"Hujan umumnya terjadi terutama di siang atau sore hari serta malam hari. Kondisi pagi hingga siang hari umumnya dalam kondisi cerah berawan," katanya.

Ia mengatakan, kondisi ini terjadi karena adanya dukungan pembentukan awan-awan yang bisa menyebabkan hujan. Faktor yang mendukung kondisi tersebut antara lain karena adanya konvergensi atau pertemuan angin di selatan Jawa akibat munculnya "low pressure" atau tekanan rendah disebelah barat daya Jawa.

Dampak dari pertemuan angin tersebut   menyebabkan terjadinya proses kenaikan massa udara yang menyebabkan pada pembentukan awan awan hujan. Khususnya jenis awan konvektif seperti cumulonimbus (CB)

"Kami kondisi ini juga didukung dengan menghangatnya suhu permukaan laut diperairan selatan Jawa yang masih hangat," katanya.

Etik mengatakan, curah hujan dalam sehari mencapai 30-50 mm/hari dengan kategori sedang hingga lebat. Kecepatan angin, bisa mencapai diatas 20 knot atu 36 km/jam.

"Di awan CB ini lah kecepatan angin bisa sangat tinggi," katanya.

Ia mengatakan, potensi terjadinya hujan lebat disertai petir dan angin kencang lebih banyak terjadi di wilayah utara hingga tengah DIY dibandingkan dengan Yogyakarta bagian selatan.

"Diprakirakan berakhirnya musim hujan 2019 pada akhir April, dan pada umumnya Mei sudah memasuki musim kemarau," katanya.***3***


Pewarta : Victorianus Sat Pranyoto
 
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024