Perempuan Yogyakarta peringati Hari Perempuan Internasional di Titik Nol (VIDEO)

id Perempuan aksi

Perempuan Yogyakarta peringati Hari Perempuan Internasional di Titik Nol (VIDEO)

Para aktivis dari berbagai aliansi perempuan di Yogyakarta menggelar aksi damai di Titik Nol Kilometer, Yogyakarta, Jumat sore, untuk memeringati Hari Perempuan Internasional 2019. (Foto Antara/Luqman Hakim)

Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah aliansi perempuan di Yogyakarta menggelar aksi damai di Titik Nol Kilometer, Yogyakarta, Jumat sore, untuk memeringati Hari Perempuan Internasional 2019.

Berbagai aliansi itu di antaranya Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Srikandi Universitas Gadjah Mada (UGM), Srikandi Universitas Islam Indonesia (UII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

"Momentum seperti ini perlu dirayakan supaya perjuangan perempuan selalu ada terus menerus. Dia tidak berhenti di satu titik saja," kata Koordinator Umum Aksi Meila Nurul Fajriyah di sela aksi itu.

Para peserta aksi membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan aneka tuntutan dan pernyataan seperti "Stop Kejahatan Seksual", "Segera Sahkan RUU P-KS", "Tubuhku Bukan Penjaga Iman", serta "Basmi Patriarki di Sana-sini".

Menurut Meila, permasalahan yang dihadapi kaum perempuan selalu ada, bahkan selalu berkembang dari waktu ke waktu mulai dari kekerasan seksual hingga diskriminasi hak mereka.

Ia mengatakan kekerasan seksual hingga saat ini masih menjadi momok serius yang kerap dan terus menimpa banyak perempuan di Indonesia.
 
Berdasarkan data Komnas Perempuan, tercatat sebanyak 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama 2018. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 348.466 kasus.

"Tren kekerasan seksual masih cukup tinggi karena modelnya terus berkembang. Kalau dulu sebatas pemerkosaan dan KDRT, sekarang sudah masuk ke ranah internet dan media. Perempuan bisa terstigma dan tereksploitasi lewat media," kata Meila yang juga aktif di Divisi Penelitian LBH Yogyakarta ini.

Oleh sebab itu, melalui aksi itu, para aktivis perempuan Yogyakarta menuntut DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Selain itu, lanjut dia, aksi itu juga menuntut perlindungan bagi para buruh perempuan baik buruh perusahaan, pembantu rumah tangga, hingga buruh gendong dalam bentuk Perda maupun UU. "Perlindungan tidak hanya menyangkut diri mereka tetapi juga perlindungan terhadap ekonomi mereka," kata dia.

Meila berharap setiap perempuan memiliki keberanian untuk memperjuangkan hak dan martabat mereka. Di manapun mereka berada, diharapkan memiliki kesadaran bahwa diri mereka bukanlah objek.

"Setiap perempuan memiliki ranah perjuangan masing-masing. Mereka yang berada di rumah, berjuang di rumah mereka, tetapi yang jelas memiliki satu tujuan dan kesamaan yakni untuk memperjuangkan martabat, hak, dan persamaan akses," kata dia.

Sementara itu, aktivis Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) Ika Ayu mengatakan dalam berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, kerap kali pihak perempuan yang justru diminta untuk berbenah dan memperbaiki diri agar terhindar dari kekerasan seksual.

Menurut dia, stigma atau stereotip bahwa perempuan yang salah dalam kasus-kasus kekerasan seksual kerap muncul karena sistem hukum, serta sistem konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat masih perlu diperbaiki.

"Jika stereotip atau stigma terhadap perempuan yang seperti itu dihapuskan, saya kira bisa memunculkan kekuatan bagi perempuan," kata Ika.