Bayu Seto ingin membawa "angin perubahan" di hotel tradisional Yogyakarta

id hotel,oyo,bayu seto

Bayu Seto ingin membawa "angin perubahan" di hotel tradisional Yogyakarta

Region Head Java OYO Hotel and Homes Indonesia, Bayu Seto (foto istimewa)

Yogyakarta (ANTARA) - Region Head Java OYO Hotel and Homes Indonesia, Bayu Seto ingin membawa "angin perubahan" di hotel tradisional yang ada di Yogyakarta melalui teknologi digital.

Bayu berusaha memperkenalkan teknologi tersebut untuk menumbuhkembangkan kembali minat masyarakat untuk menginap di hotel tradisional yang ada di Yogyakarta.

Dia menjelaskan keinginan untuk memperkenalkan kembali hotel tradisional lantaran melihat dan mengalami langsung saat kesulitan mendapatkan kamar saat berlibur di Yogyakarta. 

Masyarakat, menurut dia, mengantre di SPBU saat liburan karena kesulitan mendapatkan tempat menginap. Padahal, Yogyakarta merupakan gudangnya hotel dan "guest house" dengan harga terjangkau. Melalui teknologi, kebutuhan hal ini bisa terpenuhi dan membantu semua pihak.

Bayu menggencarkan sosialisasi kepada pemilik hotel atau "guest house" tradisional agar menggunakan teknologi yang akan membantu pertumbuhan bisnis mereka. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen.

Pertumbuhan bisnis, kata dia, tidak hanya didominasi Jakarta. Daerah termasuk Yogyakarta memiliki kesempatan itu. 

"Saya punya hotel langganan di Yogyakarta. Gedungnya bersih, namun tempatnya masuk ke dalam gang sempit. Hal semacam ini harus dibenahi agar hotel tradisional bisa bangkit kembali," kata Bayu di Yogyakarta, belum lama ini.

Akhirnya, pemilik hotel langganannya itu bergabung dengan manajemen OYO. Awalnya, okupansi hanya 20 persen dengan harga Rp150 ribu, saat ini tingkat okupansi telah mencapai 85 persen dengan harga Rp200 ribuan per kamar.

Ia mengatakan perkembangan industri di era yang semakin digital menuntut perusahaan harus gesit dan bisa beradaptasi dengan lingkungan. Transformasi bisnis dibutuhkan untuk menghadapi "disruption" dan melayani konsumen yang semakin menginginkan kecepatan dan proses yang simpel.

Hal ini pula yang menjadi fokus utama Bayu Seto. Meski belum lama menduduki jabatan Region Head Java OYO Hotel and Homes Indonesia, perjalanan Bayu di dunia digital terbilang matang dan mampu meraih kesuksesan.

Kesuksesan itu selalu berhasil digapainya sebelum bergabung di perusahaan start up asal India ini. Bayu berhasil mengubah beberapa perusahaan dan mendorong pertumbuhan bisnis sehingga layak disebut sebagai ahli transformasi bisnis perusahaan. 

Pria ini pernah menduduki posisi Chief Commercial Officer di Gig by Indosat Ooredoo. Tentu, ada banyak tantangan yang dilalui untuk mencapai kesuksesan.

Perjalanan Bayu dimulai setelah lulus dari Program Studi S1 Teknik Industri Universitas Katolik Parahyangan pada 2007 dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2,1. Lulus dengan IPK tergolong rendah dan lima tahun masa studi, Bayu pernah merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. 

Panggilan kerja pertama yang didapat berasal dari CV Akal Cahaya Media Advertising, perusahaan kecil di Bandung, untuk menjadi sales agent dan telesales. Kegiatannya sehari-hari adalah menawarkan media iklan ke restoran atau objek wisata agar mau beriklan.

Penghasilannya kurang lebih Rp1.200.000 per bulan (mencakup gaji pokok Rp500.000, uang jalan Rp200.000, dan bonus atau komisi). Bayu sempat menganggap kariernya sebagai sales agent dan telesales saat itu buruk, bahkan malu untuk bertemu teman. 

Setelah bekerja hampir satu tahun di Bandung, Bayu merantau ke Jakarta untuk bekerja. Bayu bekerja di dua perusahaan, yakni Octobrand dan Indonet sambil melanjutkan kuliah magister pemasaran di Prasetya Mulya Business School. 

Di kedua perusahaan tersebut, Bayu mendalami riset. Ia magang sebagai peneliti di Indonet dan menjadi peneliti (baca: membagikan kuesioner) dalam proyek penelitian Word-Of-Mouth di Octobrand.

Setelah tamat belajar di Prasetya Mulya, Bayu memilih bekerja di Gunung Sewu Kencana. Ia bercita-cita untuk terjun di dunia marketing dan branding, tetapi malah menangani perkebunan nanas di lokasi yang dapat dijangkau sekitar dua jam perjalanan dari Bandar Lampung. 

Perkebunan tersebut milik anak perusahaan Gunung Sewu Kencana, Great Giant Pineapple, yang merupakan perusahaan nanas terbesar ke-3 di dunia. Bayu harus mengakrabkan diri dengan persoalan operasional plantation selama empat bulan.

Namun, masa itu mempersiapkannya untuk "naik kelas". Great Giant Pineapple berusaha melakukan transformasi. 

Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan mendapat bantuan dari konsultan. Bayu di-interview dan berhasil masuk ke dalam tim corporate strategic planning yang dipimpin oleh mantan associate McKinsey, Antony Wangsanata, alumnus Stanford University dan University Wisconsin-Madison.

Pada 2011, Sinar Mas Land sedang mencari manajer Program Management Office (PMO) untuk mentransformasi perusahaan. Kriterianya adalah kandidat harus berpengalaman mentransformasi perusahaan konglomerasi.

Bayu pun ditawari posisi tersebut dan bertanggung jawab dalam pembuatan struktur organisasi baru (karena perusahaan dalam tahap merger BSD dan Duta Pertiwi), Key Performance Index (KPI) dan standard operating procedure (SOP) pertama.

Sekitar dua atau tiga tahun kemudian, Bayu mencoba peruntungan di GrabTaxi (sekarang Grab) dengan menjadi Country Head of Business Development. Ketika bergabung, startup  ride-hailing asal Singapura itu masih kecil. Hari pertamanya dipenuhi dengan kejutan dan kebingungan.

Dia kaget melihat kantor GrabTaxi yang berupa ruko kecil di Benhil dan keadaan yang kacau di mana semua orang sibuk. Bayu yang sebelumnya hanya wawancara via Skype, memang belum pernah ke markas GrabTaxi. Belum pulih dari rasa kaget, ia dibuat bingung karena harus langsung bekerja tanpa pelatihan.

"Saya kaget, ternyata di startup, kayak GrabTaxi kita harus melatih diri kita dan mencari tahu apa saja yang ada di perusahaan. Ini menjadi tantangan tersendiri buat saya," kata pria yang pernah juga menjadi dosen manajemen strategi di Universitas Multimedia Nusantara.

Dari produk yang tadinya hanya GrabTaxi, lalu mereka meluncurkan GrabBike dan GrabCar. Tim Bayu awalnya hanya terdiri dari dua orang, menjadi terus bertambah. Di Grab ia mendalami tentang cara membuat bisnis naik kelas dengan memperhatikan budaya lokal.

Setelah tiga tahun di Grab, Bayu ditawari menjadi Commercial Director di Gig by Indosat Ooredoo (anak perusahaan Indosat Ooredoo). Ia diharapkan dapat mentransformasi agar lebih agile, digital, dan cepat.

Akhirnya, Bayu bergabung dengan OYO hingga sekarang, dan menjabat sebagai Region Head Java OYO Hotel and Homes Indonesia, sebuah jabatan yang strategis di perusahaan start up asal India itu.






 
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024