Pengurus keluhkan kesadaran masyarakat tak buang sampah depan depo

id Sampah liar ,DLH Sleman,kesadaran buang sampah,kesadaran masyarakat buang sampah,tidak buang sampah di depan depo

Pengurus keluhkan kesadaran masyarakat tak buang sampah depan depo

Tumpukan sampah liar di tepi Selokan Mataram, Kabupaten Sleman. (Foto Antara/ Victorianus Sat Pranyoto)

Sleman (ANTARA) - Pengurus Paguyuban Depo Sampah Nogotirto, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluhkan masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah secara liar di depan depo secara sembunyi-sembunyi sehingga menimbulkan tumpukan sampah liar di kawasan depo.

"Mereka ini tidak mau berlangganan di masing-masing kelompok pengelola sampah di wilayahnya, mau cari praktisnya saja dan membuang sampah di kawasan depo," kata pengurus Paguyuban Depo Sampah Nogotirto Hartono di Sleman, Jumat.

Menurut dia, akibat dari perilaku tersebut paguyuban yang harus membersihkan dan mengangkut sampah ke depo.

"Bahkan tumpukan sampah liar di sekitar depo tersebut bisa mencapai dua kubik," katanya.

Ia mengatakan, untuk meminimalisir pembuangan sampah liar tersebut anggota paguyuban sampai berjaga 24 jam agar tidak ada yang membuang sampah liar di depan depo.

"Sudah kami larang, sudah kami jaga tapi ada yang bandel. Akhirnya ya kami biarkan mereka membuang sampah dan dimasukkan ke depo walaupun tidak berlangganan asalkan pada jam-jam tertentu," katanya.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman menyebutkan total produksi sampah di wilayah setempat mencapai 800 ton per hari yang sebagian besar merupakan sampah rumah tangga yang didominasi jenis plastik dan popok bayi atau diapers.

"Dari total produksi sampah tersebut, kami baru mampu menangani sekitar 52 persen saja," kata Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelayanan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman Sri Restuti Nurhidayah.

Menurut dia, sisanya adalah sampah-sampah liar yang masih berserakan di jalan maupun selokan.

"Dari 52 persen tersebut, 32 persen dibuang ke tempat pengelolaan sampah akhir (TPSA) Piyungan, Bantul. Sampah yang dibuang ke Piyungan merupakan residu yang tidak bisa dikelola oleh dinas," katanya.

Ia mengatakan, penanganan sampah yang dilakukan mulai dari pengurangan dan pengelolaan sampah.

"Satu orang menghasilkan rata rata 0,65-0,7 kilogram sampah per orang per hari," katanya.

Sri Restuti mengatakan, kesulitan untuk penanganan sampah lebih kepada menyadarkan masyarakat. Sebab masyarakat lebih sering bersikap praktis.

"Perilaku mereka ini asal ada tumpukan sampah ikut membuang sampah, dan dikira itu adalah tempat pembuangan sampah," katanya.

Ia mengatakan, untuk penanganan masalah tersebut DLH Sleman telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat. Agar bisa menindak para pembuang sampah sembarangan.

"Kami tidak bisa bekerja sendiri, untuk itu mulai dari tingkat padukuhan harus ikut andil," katanya.

DLH Sleman, kata dia, juga telah menyiagakan 34 truk pengangkut sampah. Namun, untuk masyarakat yang ingin sampahnya diangkut harus melakukan permohonan dulu.

"Sebab truk sampah ini sifatnya permohonan, biasanya mereka yang tinggal di kawasan perkotaan, kalau desa biasanya sudah bisa mengelola sendiri," katanya.

Kepala DLH Kabupaten Sleman Dwi Anta Sudibya mengatakan, pihaknya telah menyediakan 247 bank sampah yang tersebar di seluruh Sleman.

"Kami juga mendorong agar terus terbentuk TPS-3R (Reduce, Reuse, Recycle). "Hingga saat ininsudah ada 21 TPS-3R," katanya.

Dibya pun meminta kepada masyarakat agar turut aktif dalam menekan jumlah sampah di Sleman, jika sampah bisa dikelola dengan baik justru bisa menjadi pemasukan yang lumayan.

"Kalau bisa mengolah sampah menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis kan jadi pemasukan, sedangkan yang tidak bisa diolah nanti serahkan ke kami dan akan kami bawa ke Piyungan," katanya.

Baca juga: UPT Malioboro bakal lakukan OTT sampah
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024