Sleman (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta membekuk sepuluh penambang liar di sepanjang aliran Sungai Progo karena melakukan praktik pertambangan ilegal dengan menggunakan mesin sedot.
"Selain menggunakan mesin sedot mereka juga tidak memiliki dokumen resmi," kata Direktur Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Toni Surya Putra di Mapolda DIY, Rabu.
Menurut dia, sepuluh pelaku yang berhasil diringkus itu berdasarkan dua laporan yang masuk ke Polda DIY.
Dari laporan pertama, yaitu PY (39), SB (41), SJ (36), WG (34) dan WY (33), kelimanya warga Kulonprogo, sedangkan dari laporan kedua yang diringkus yaitu SW (53), SP (53), TM (51), LG (40) warga Kulonprogo serta satu pelaku lagi yaitu JM (31) warga Bantul.
"Dari sepuluh orang tersebut yang ditahan hanya PY, SB, SW, dan SP," katanya.
Ia mengatakan, dalam pemeriksaan sementara para pelaku mengaku baru tiga bulan melakukan praktik pertambangan ilegal. Namun, dari barang bukti yang berhasil diamankan oleh polisi berupa mesin sedot diperkirakan praktik pertambangan ilegal itu telah berlangsung bertahun-tahun.
"Tindak pidana pertambangan ilegal ini akan dijerat dengan Pasal 158 UU RI No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Yaitu, jika usaha tambang tidak dilengkapi izin, akan dipenjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal Rp10 miliar," katanya
Dalam usaha tambang, sebelum mulai melakukan eksplorasi terlebih dahulu harus memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Jika itu tambang rakyat maka harus ada izin pertambangan rakyat (IPR). Usaha pertambangan yang berada di wilayah yang diizinkan harus mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, IUPK memiliki tahapan. Tahapan tersebut adalah tahap IUPK Eksplorasi dan tahap IUPK Operasi Produksi. Jenis kegiatan dari tahap eksplorasi adalah kegiatan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan, sedangkan kegiatan IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan dan penjualan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DIY Halik Sandera mengatakan kasus pertambangan liar dengan mesin sedot sudah berlangsung cukup lama dan terus berulang-ulang.
"Kami berharap pengawasan semakin ditingkatkan. Jika hanya saat ini diproses atau ditangkap tapi di lapangan tidak diawasi rutin akan ada lagi penambangan ilegal," katanya.
Dia menyebut jika pertambangan ilegal tidak diawasi secara terus menerus maka kerusakan yang ditimbulkan akan semakin meluas karena pertambangan dengan mesin sedot itu bisa sampai bawah sempadan sungai.
"Penggunaan mesin sedot itu biasanya ditempatkan di tengah sungai tapi pipa yang digunakan bisa sampai bawah sempadan. Potensi bawah sempadan rusak menjadi besar. Jika dekat tanggul dan lahan warga, juga berpotensi merusak," katanya.
Baca juga: Metode penambangan pasir kali gendol rentan longsor
Berita Lainnya
Pemanfaatan pasir laut di tujuh lokasi guna kebutuhan lokal
Selasa, 19 Maret 2024 11:30 Wib
Aliran lahar dingin Gunung Semeru jebak empat truk pasir
Senin, 4 Maret 2024 5:09 Wib
Elektrifikasi pertanian dorong petani Bantul tanam sayuran
Selasa, 20 Februari 2024 9:14 Wib
BPBD DIY ingatkan masyarakat jangan menambang pasir di daerah bahaya Merapi
Kamis, 25 Januari 2024 12:45 Wib
Sleman menyiapkan dua ton gula pasir per kecamatan untuk pasar murah
Rabu, 1 November 2023 22:01 Wib
Disperindag Sleman stabilkan harga gula pasir
Selasa, 31 Oktober 2023 19:21 Wib
Lahan pasir Kulon Progo ubah petani jadi jutawan
Sabtu, 28 Oktober 2023 16:12 Wib
Humas Polres Kulon Progo menanam bibit mangrove di Pasir Kadilangu
Jumat, 13 Oktober 2023 16:35 Wib