Dinkes Kulon Progo: kasus stunting sebanyak 3.167 balita

id Stunting,Kulon Progo,kekerdilan

Dinkes Kulon Progo: kasus stunting sebanyak 3.167 balita

NTT merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cukup terkenal dengan kasus gizi buruknya, bahkan saban tahun, kasus ini seakan terus melanda anak-anak balita yang membawa dampak pada kegagalan pertumbuhan (stunting). (ANTARA Foto) (ANTARA Foto) (ANTARA Foto/)

Kulon Progo (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebut kasus stunting atau kekerdilan di wilayah itu mencapai sebanyak 3.167 anak balita atau 14,31 persen.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kulon Progo Hunik Rimawati di Kulon Progo, Rabu, mengatakan pada awal 2018 sebanyak 3.549 anak balita stunting dan akhir 2018 sebanyak 3.167 anak balita atau 14,31 persen.

"Penyebab kasus stunting di Kulon Progo disebabkan pola asuh dan pola makan, ada sekitar 70 persen. Penyebab lain akibat dari keluarga miskin, keluarga ada yang merokok, tidak air susu ibu (ASI) eksklusif, ada dari kecil sudah sering sakit, serta ibunya memang pendek, dan lainnya," kata Hunik.

Ia mengatakan penanganan dilakukan dengan dua metode, yakni ada spesifik dan sensitif. Spesifik dengan penanganan anak-anak maupun ibu dikasih obat cacing, pemberian Fe untuk remaja dan ibu, pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu dan balita. Ini dilakukan terus, hanya sekarang monitoringnya lebih ketat, dulu tablet Fe diberikan namun kasus anemia masih tinggi, sehingga sekarang dimonitor.

Penanganan kekerdilan ini bisa dilakukan pada 1.000 kehidupan pertama, artinya mulai janin/hamil. Kalau yang sudah di atas 2 tahun bisa tapi sangat kecil.

"Sebetulnya, penanganannya bisa dilakukan sejak hamil. Ketika remaja sudah diberikan tablet zat besi (Fe) atau penambah darah supaya tidak anemia dan ketika hamil sudah siap serta tidak ada risiko. Ibu hamil juga diberi pemberian makanan tambahan (PMT). Penanganan tidak mudah, baru berapa tahun kelihatan dan berikutnya ibu dicegah jangan melahirkan bayi stunting baru. Jangan sampai yang sini ditangani kemudian muncul lagi," kata Hunik.

Kemudian, penanganan dari yang sensitif semakin kelihatan, misal Dinas PU untuk Pasimas-nya difokuskan yang locus stunting, karena kalau air bersih kurang, maka bisa diare dan sebagainya. Demikian pula Dinas Pendidikan tentang pola asuh atau parenting sinergitasnya.

"Penanganan stunting perlu proses, mereka harus rajin datang ke posyandu, dimonitor. Sehingga anak gizinya bagus terpantau," katanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kulon Progo Hamam Cahyadi mengatakan minta Dinas Kesehatan setempat untuk lebih serius dalam menyikapi persoalan stunting di mana angkanya lebih dari 10 persen.

"Penanganan stunting ini perlu sebuah gerakan khusus yang melibatkan semua lapisan, termasuk masyarakat, diantaranya gerakan kembali melakukan hidup sehat, kesadaran memakan kesehatan bergizi," katanya.

Baca juga: Dinkes sebut orang tua ujung tombak penanganan bayi berisiko kekerdilan