Dinkes Kulon Progo mengintensifkan pengawasan peredaran obat daftar G

id Peredaran obat daftar G

Dinkes Kulon Progo mengintensifkan pengawasan peredaran obat daftar G

Pelaksana tugas Kelapa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulon Progo Sri Budi Utami. (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta mengintensifkan pengawasan peredaran obat daftar G yang banyak disalahgunakan masyarakat di wilayah tersebut.

Pelaksana tugas Kelapa Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulon Progo Sri Budi Utami, Jumat, mengatakan obat daftar G itu merupakan jenis obat yang boleh didapat atau dibeli dengan resep dokter.

"Tidak bisa kami pungkiri ada masyarakat yang membeli obat secara bebas di apotek meski masuk dalam daftar G," kata Sri Budi.

Ia mengatakan di wilayah DIY, khususnya di Kabupaten Kulon Progo, penggunaan obat daftar G sudah mulai ditertibkan. Ia mencontohkan pembelian amoxilin sudah ditertibkan, bahwa untuk mendapatkan obat itu harus menggunakan resep dokter.

"Kami sudah menertibkan apotek-apotek yang ada di Kulon Progo. Artinya, kami ingatkan kembali bahwa obat daftar G ini tidak bisa dibeli masyarakat dengan bebas, dan harus menggunakan resep dokter," katanya.

Sri Budi mengakui banyak warga Kulon Progo ditangkap pihak penegak hukum karena menyalahgunakan obat daftar G. Menurutnya, kasus itu menjadi bahan instrospeksi semua pihak, apakah pengawasan Dinkes yang kurang ketat atau pihak penjual yang terlalu longgar, dan unsur masyarakat.

"Kelonggaran-kelonggaran itu bisa dikatakan kecolongan. Kami akan evaluasi, dan kami akan tertibkan. Saat ini apotek akan berpikir dua kali, karena kalau ketahuan akan diberikan sanksi," katanya.

Terkait peredaran obat palsu, lanjut Sri Budi, sampai saat ini Dinas Kesehatan Kulon Progo belum mendapat laporan resmi atau tertulis, baik yang dari kesehatan maupun masyarakat. Tetapi, Dinkes yang memiliki kewenangan dan tugas untuk itu, tetap melakukan pengawasan.

Dinkes mempunyai jejaring baik apotek maupun petugas yang akan berkoordinasi dengan BPOM. Artinya, sudah ada sistem bagaimana mengawasi obat-obat palsu. Jadi obat yang beredar secara resmi ada prosedur dan kode. Yang bisa Dinkes lakukan adalah melakukan inspeksi mendadak dan menerima laporan masyarakat.

"Kami juga mengajarkan bagaimana mengetahui obat tersebut asli atau palsu. Hal ini tidak mudah, tapi paling tidak di setiap produk obat dan bahan makan ada kode dan nomor registrasi BPOM," katanya.

Selain itu, lanjut Sri Budi, Dinkes akan meningkatkan koordinasi dengan jaring BPOM, yang sudah ada mekanisme pengawasan sendiri.

"Unsur yang ada di daerah akan bekerja sama untuk mengawasi peredaran obat tersebut," katanya.