KPK tetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka TPPU

id KPK, TERSANGKA, TPPU, EMIRSYAH SATAR, SOETIKNO SOEDARJO, SUAP, GARUDA INDONESIA

KPK tetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka TPPU

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kanan) dan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo (SS) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kasus TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia. Selain itu, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HDS) sebagai tersangka baru kasus suap tersebut.

"Dalam melakukan penyidikan pokok perkara tersebut, KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Untuk program peremajaan pesawat, lanjut Syarif, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.

Pertama, kata Syarif, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce.

"Kedua, kata dia, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S," ucap Syarif.

Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Syarif menjelaskan bahwa selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.

"Selain itu, SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier," ungkap Syarif.

Pembayaran komisi tersebut, kata dia. diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.

"SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," ujar Syarif.

Adapun rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

"Untuk dua perkara tersebut, sejak 1 Agustus 2019, KPK melakukan penyidikan dengan menetapkan tiga orang tersangka," ungkap Syarif.

Pertama dalam perkara TPPU, KPK menetapkan dua tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) dan Soetikno Soedarjo (SS).

Keduanya disangkakan melanggar pasal 3 atau pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dalam perkara suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk, KPK menetapkan Hadinoto sebagai tersangka.

Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Diketahui, sebelumnya KPK pada 16 Januari 2017 telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno sebesar 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp20 miliar.

Suap tersebut berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan di Indonesia. Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Roll-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya menjabat sebagai Direktur Utama.