Pemkab Kulon Progo menyiapkan anggaran Rp700 juta bagi peserta BPJS PBI

id BPJS,Kulon Progo,Sekda

Pemkab Kulon Progo menyiapkan anggaran Rp700 juta bagi peserta BPJS PBI

Sekretaris Daerah Kulon Progo Astungkoro (Foto ANTARA/Sutarmi)

Kulon Progo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyiapkan anggaran Rp700 juta bagi warga miskin yang kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan penerima bantuan iuran ditanggung APBN dinonaktifkan.

"Kami akan menggunakan sisa anggaran jamkesda sebesar Rp700 juta untuk pengobatan warga yang benar-benar miskin yang dicoret karena bagian dari 13.995 peserta penerima bantuan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dicoret Kementerian Sosial," kata Sekretaris Daerah Kulon Progo Astungkara di Kulon Progo, Kamis (8/8).

Ia mengatakan pemkab akan mendaftarkan kembali warga benar-benar miskin supaya mendapat bantuan BPJS PBI dengan biaya APBN.

"Mekanismenya, Puskesmas hari ini ada yang ditolongkan bila mampu tidak akan didaftarkan, tapi kalau tidak mampu langsung didaftarkan masuk ke Jamkesda, dan datanya akan didaftarkan kembali ke Kemensos," katanya.

Astungkara mengatakan pihaknya telah meminta Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan melakukan validasi data warga miskin yang dicoret, setelah itu didaftarkan kembali.

"Sebanyak 13.995 dicoret oleh pusat, yang miskin dan tidak secara otomatis digantikan, maka dibiayai APBD sembari menunggu didata dan didaftarkan kembali," kata Astungkara.

Ia mengimbau kepada warga miskin yang dicoret dari kepesertaan BPJS, bisa mendaftarkan diri kembali ke Dinsos dan Dinkes.

"Bagi warga miskin yang terlanjur berobat dan kartunya dicoret, langsung ke Dinsos dan Dinkes untuk mengurus pembiayaan dengan Jamkesda," katanya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulon Progo, Eko Pranyoto mengatakan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang bantuan sosial, ada 13.995 penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari APBN dinonaktifkan.

"Penjelasan sementara bahwa mereka dinonaktifkan karena tidak masuk dalam basis data terpadu (BDT)," kata Eko.

Selain itu, lanjut Eko, peserta KIS yang dinonaktifkan karena identitas ada yang tidak sesuai, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat.

"Sekarang sedang kami teliti kebenarannya. Hasil sementara, 1.888 peserta PBI BPJS atayu KIS ternyata masuk dala BDT, tapi Dinsos P3A belum mengecek identitas kependudukannya. Saat ini, kami baru minta ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) apakah identitasnya ada yang salah," katanya.

Ia mengimbau kepada pemilik KIS untuk mengecek terlebih dahulu, apakah kartunya masih aktif atau tidak, jangan sampai sudah berobat tapi tidak dijamin.

"Dalam waktu dekat, setelah data kami ketik akan disampaikan ke pemerintah desa supaya informasinya sampai ke masyarakat. Selain itu, data penerima yang dinonaktifkan bisa dicocokkan dengan data di pemerintah desa," katanya.

Selanjutnya, Dinsos P3A akan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Kementerian Sosial menindaklanjuti penonaktifan 13.995 peserta PBI BPJS/KIS. Pihaknya akan mempertanyakan apakah kuota bantuan APBN masih tetap atau berkurang.

"Kalau bantuannya masih tetap akan kami masukkan warga yang dinonaktifkan sesuai data," katanya.

Eko mengatakan seluruh peserta KIS atau PBI BPJS, datanya menggunakan Jamkesmas yang kemudian diintegrasikan menjadi JKN PBI. Setelah ada BDT, maka bantuan-bantuan dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementerian Sosial harus masuk BDT.

Kalau tidak masuk dalam BDT, maka bantuan dianggap tidak tepat. Ketika memberi bantuan harus ada dasar hukumnya.

"Saat integrasi data Jamkesmas ke JKN PBI, kami sudah diberitahu bahwa masyarakat yang mendapat bantuan harus masuk ke BDT," katanya.