Yogyakarta butuh perubahan manajemen lalu lintas yang drastis

id perubahan manajemen lalu lintas, yogyakarta,lalu lintas di yogyakarta

Yogyakarta butuh perubahan manajemen lalu lintas yang drastis

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat hadir dalam FGD manajemen lalu lintas di Kota Yogyakarta, Rabu (11/9/2019) untuk mengantisipasi kemacetan. ANTARA/Eka Arifa Rusqiyati

Yogyakarta (ANTARA) - Kondisi lalu lintas di Kota Yogyakarta yang semakin padat akibat bertambahnya pengguna kendaraan namun tidak diimbangi pertumbuhan jalan perlu diantisipasi sejak dini dengan menerapkan perubahan manajemen lalu lintas yang drastis, kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi

“Dari berbagai kajian yang ada, jika tidak ada upaya apapun terhadap manajemen lalu lintas, maka dalam waktu lima tahun ke depan Yogyakarta akan mengalami kemacetan. Tentunya, kami tidak ingin hal itu terjadi sehingga perlu antisipasi sejak dini,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) lalu lintas di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, kondisi lalu lintas yang padat atau macet justru akan menimbulkan kerugian bagi Kota Yogyakarta, salah satunya tidak akan ada wisatawan yang datang karena merasa tidak nyaman saat berkendara di dalam kota.

Keberadaan jalan tol yang nantinya dibangun sehingga tersambung langsung ke Yogyakarta, lanjut dia, tidak akan memberikan dampak pada perekonomian masyarakat karena wisatawan enggan masuk ke Kota Yogyakarta akibat kondisi lalu lintas padat dan macet.

“Jika tidak ada wisatawan yang datang, maka bagaimana Yogyakarta akan hidup. Sebagai kota wisata, kami mengandalkan kunjungan wisata agar ekonomi tumbuh,” katanya.

Sejumlah manajemen dan rekayasa lalu lintas yang bisa ditempuh untuk mengurai kepadatan lalu lintas di antaranya dengan memperbanyak jalan searah serta memisahkan arus masuk dan keluar kendaraan dari Kota Yogyakarta.

“Dengan jalan searah dan memperbanyak putaran arus lalu lintas, maka kendaraan tidak perlu berhenti di persimpangan tetapi bisa terus bergerak sehingga lalu lintas tetap lancar. Apalagi jarak antar simpang di Yogyakarta sangat pendek sekitar 200-300 meter,” katanya.

Jika kebijakan tersebut tetap tidak bisa mengatasi kepadatan kendaraan yang terjadi, maka bisa ditempuh kebijakan lain yaitu penerapan ganjil genap hingga penerapan kebijakan 3 in 1 untuk mobil pribadi.

“Penataan terminal dan transit oriented development (TOD) untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat juga harus mulai ditata secara serius,” katanya.

Upaya untuk mengurai kemacetan tidak hanya dilakukan dengan mengatur lalu lintas tetapi juga pada kegiatan fisik berupa penyediaan ruang parkir di gedung publik.

“Misalnya, saat mengurus IMB ada persyaratan bahwa 20 persen dari ruang parkir yang tersedia harus bisa diakses umum. Dengan demikian, tidak ada lagi parkir tepi jalan umum yang bisa menghambat arus lalu lintas,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arif mengatakan, ketersediaan ruang parkir yang cukup untuk bus pariwisata sangat dibutuhkan.

Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta melakukan survei sederhana terkait bangkitan lalu lintas dengan memanfaatkan CCTV di sekitar Jalan Sultan Agung dan Jalan Parangtritis pada Sabtu dan Minggu mulai pukul 07.00 WIB hingga 19.00 WIB.

“Pantauan tidak dilakukan saat long weekend dan bukan pada peak season. Dari hasil pantauan, ada sekitar 1.100 bus pariwisata berukuran besar yang berlalu lalang di sekitar jalan tersebut. Tentunya, ada kebutuhan ruang parkir yang harus dipenuhi,” katanya.

Saat ini, ruang parkir untuk bus pariwisata tersedia di tiga lokasi yaitu di Abu Bakar Ali, Ngabean dan Senopati. Ketiganya berada di pusat Kota Yogyakarta.


 

Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024