Pemkab Gunung Kidul menginisiasi satu data kemiskinan yang "update"

id gunung kdiul, kemiskinan

Pemkab Gunung Kidul menginisiasi satu data kemiskinan yang "update"

Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi (tengah) dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang "Satu Data Kemiskinan: Bagaimana Mencapainya dan Untuk Siapa?" (ANTARA/HO-CRI)

Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menginisiasi untuk mewujudkan satu data kemiskinan yang akan terus ter-"update".

"Jangan sampai lagi muncul istilah BLS (Bantuan Langsung Sakmatine), ini protes keras warga, karena kecewa yang mendapatkan bantuan hanya orang itu-itu saja," kata Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi, Selasa.

Oleh karena itu, Pemkab Gunung Kidul bekerja sama dengan Combine Resource Institution (CRI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang "Satu Data Kemiskinan: Bagaimana Mencapainya dan Untuk Siapa?".

Immawan ingin data kemiskinan tidak ada lagi persoalan. Data kemiskinan di Gunung Kidul yang masih disebut daerah miskin ini karena ada  historis, pada 1963 Gunung Kidul mengalami tragedi kelaparan hingga ada  orang busung lapar.

Peristiwa ini, menurut dia, sangat membekas, akibatnya orang Gunung Kidul tidak mau menjual hasil pertaniannya. Ini sikap kearifan lokal, karena mereka bertanggung jawab atas nasib keluarganya sendiri.

"Namun, menjadi masalah karena BPS menyebut salah satu kriteria miskin dari tidak adanya transaksi perdagangan. Ini kan ada metodologi yang tidak sama dengan kearifan lokal," kata Immawan.

Ia mengatakan hal ini menjadi problem karena ada fakta yang tidak berdasarkan realitas dan ada data yang tidak berdasarkan fakta.

Warga, kata dia, menyimpan beras minimal satu keluarga 30 kilogram hingga mampu hidup sampai setengah tahun, tetapi ini dianggap miskin karena tidak ada transaksi perdagangan.

"Kami tetap menghargai data BPS, karena itu data resmi, tetapi kami juga memiliki data yang berasal langsung dari masyarakat," kata Immawan.

Ketua Dewan Pembina CRI Dodo Juliman mengatakan data kemiskinan yang tidak akurat menjadi penyebab program pemerintah tidak tepat sasaran dan rawan memicu konflik sosial di masyarakat.

"Meskipun sudah ada Peraturan Presiden No 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, tetapi di lapangan masih terjadi kesimpangsiuran data," katanya.

Ia menyebut bahwa ada problem soal satu data kemiskinan. Padahal, dengan satu data kemiskinan yang lebih dikenali, mudah diakses oleh pemangku kepentingan kementerian terkait dan media menjadi penting.

"Itu penting untuk mencapai keadilan sosial, pengentasan kemiskinan yang lebih akurat," kata Dodo.

Komisioner Komisi Informasi Pusat Arif Adin Kuswardono juga menyoroti soal simpang data ini. Ia menyebut contoh terbaru soal simpang siur data ini, yakni data perberasan.

"Data beras yang tidak sinkron antara Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian. Data yang tidak sama menyebabkan pertengkaran di publik. Ini contoh terbaru soal tidak adanya kesamaan data," kata Arif.
Pewarta :
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024