Disperindag DIY optimistis harga bawang putih kembali normal pekan depan

id bawang putih,DIY,China

Disperindag DIY optimistis harga bawang putih kembali normal pekan depan

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY Yanto Apriyanto ditemui di Kantor Disperindag DIY, Selasa (11/2). (ANTARA/Luqman Hakim)

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta memperkirakan harga bawang putih di daerah setempat yang saat ini masih di kisaran Rp55.000-Rp60.000 per kg segera normal kembali pada pekan depan.

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY Yanto Apriyanto di Kantor Disperindag DIY, Selasa, mengatakan harga bawang putih akan mulai normal setelah alokasi impor komoditas itu mulai masuk di pasaran Yogyakarta.



"Masyarakat tidak perlu resah. Kemungkinan pekan depan harga sudah mulai normal karena impor saat ini sudah dalam proses," kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menerbitkan izin Rekomendasi Impor Produksi Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih sebesar 103.000 ton dari China.

Untuk alokasi bawang putih impor di DIY, menurut Yanto, disesuaikan dengan konsumsi bawang putih masyarakat di DIY yang rata-rata mencapai 900 kilogram (kg) sampai 1 ton per bulan atau 12 ton per tahun.

Selama ini bawang putih di DIY sebagian besar dipasok melalui distributor dari Solo dan Semarang, Jawa Tengah.

"Kebutuhan 12 ton per tahun itu kalau ditambah kebutuhan pabrikan atau perajin kerupuk masih bisa bertambah," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga bawang putih di pasaran disebabkan terlambatnya penerbitan izin rekomendasi impor sehingga persediaan menipis. Hal itu diwarnai dengan merebaknya isu mengenai virus corona di China.

"Padahal tidak ada kaitan bawang dengan virus itu. Bawang bukan perantara penularan virus Corona," kata dia.

Yanto mengatakan selama ini 95 persen kebutuhan bawang putih di Indonesia memang dipenuhi oleh bawang putih impor yang sebagian besar berasal dari China.

Bawang putih dari petani lokal Indonesia seperti dari Garut, Brebes, Temanggung, hingga NTT, menurut dia, hanya 5 persen karena tidak banyak diminati konsumen.

"Memang untuk jenis bawang putih di Indonesia umbinya kecil-kecil sehingga tidak banyak diminati. Berbeda dengan bawang impor yang besar-besar," kata Yanto.