Disperindag Yogyakarta memperketat penjualan antisipasi telur infertil

id Telur infertil,pasar

Disperindag Yogyakarta memperketat penjualan antisipasi telur infertil

Peternak memanen telur ayam di peternakan kawasan Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Menurut peternak, harga telur ayam turun dari Rp23 ribu per kilogram menjadi Rp18 ribu per kilogram, merosotnya harga telur ayam ini karena peredaran telur infertil atau yang dikenal dengan telur HE (hatched eggs) . ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta memperketat penjualan telur ayam ras sebagai upaya antisipasi praktik jual beli telur infertil yang marak di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.

“Seharusnya telur ayam infertil tidak boleh dijual untuk dijadikan telur konsumsi. Kami sudah lakukan pemantauan dan sampai saat ini tidak ada temuan,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, pemantauan akan terus diperketat supaya konsumen tidak dirugikan saat membeli telur ayam infertil karena tergiur dengan harga yang murah, namun telur tersebut tidak bisa bertahan lama layaknya telur konsumsi.

Ia menyatakan telah meminta paguyuban pedagang termasuk lurah di seluruh pasar tradisional di Kota Yogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan dan pemantauan terhadap praktik jual beli telur ayam infertil tersebut.

“Telur ayam ini tidak pas untuk dikonsumsi karena mudah sekali busuk. Harapannya, masyarakat pun bisa teliti saat akan membelinya,” katanya

Secara fisik, lanjut dia, tidak ada perbedaan yang mencolok antara telur ayam infertil dan telur ayam konsumsi. Namun, di suhu ruang, telur ayam infertil hanya mampu bertahan sekitar tujuh hari sedangkan untuk telur ayam konsumsi bisa bertahan hingga sekitar satu bulan.

“Di beberapa daerah yang sudah ditemukan praktik jual belinya, telur ayam infertil dijual dengan harga yang sangat murah yaitu Rp7.000 per kilogram. Padahal harga jual telur konsumsi mencapai sekitar Rp20.000 per kg,” katanya.

Karena perbedaan harga yang sangat jauh tersebut, lanjut dia, banyak konsumen yang kemudian tergiur untuk membeli telur ayam tersebut.

Meningkatnya praktik jual beli telur ayam infertil di beberapa daerah, menurut Yunianto, terjadi karena suplai anakan ayam sudah mencukupi bahkan cenderung berlebih sehingga pembibit menilai jika biaya menetaskan telur akan lebih mahal dibanding anakan ayam. “Akhirnya, telur pun langsung dijual ke pasar,” katanya.

Pemerintah sudah memiliki aturan untuk melarang penjualan telur infertil yang diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024