Freeport temukan spesies tumbuhan baru di Papua

id Temuan spesies tumbuhan baru,freeport indonesia

Freeport temukan spesies tumbuhan baru di Papua

Pratita Puradyatmika, General Superintendent Departemen Environmental PTFI. (ANTARA/PTFI)

Timika (ANTARA) - Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati pada 5 Juni, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengumumkan penemuan satu spesies tumbuhan baru di area kerjanya di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Timika, Sabtu, PTFI menyebut spesies tumbuhan baru itu dinamakan Diplycosia puradyatmikai Mustaqim, Utteridge & Heatubun sp. nov.

Penemuan spesies baru ini telah dipublikasikan secara resmi dalam jurnal internasional Phytotaxa442: 52–60 tanggal 11 Mei 2020.

Bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor, Universitas Papua, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat, serta Royal Botanic Gardens Kew(Inggris) dalam proses eksplorasi dan publikasinya, penemuan ini menjadi penemuan tanaman ke-29 PTFI dalam 23 tahun terakhir dan sukses menambah khazanah keanekaragaman hayati Indonesia yang dikenal sebagai negara megabiodiversitas.

Secara fisik, Diplycosia puradyatmikai merupakan sebuah tanaman yang tumbuh dalam rumpun semak setinggi kurang lebih 1,5 meter dengan ranting kuat berwarna coklat.

Tangkai daunnya berwarna kemerahan, sementara daunnya berwarna hijau, berbentuk bulat, dan dipenuhi bulu halus. Spesies ini dapat tumbuh di habitat berketinggian 2.700–2.800 meter di atas permukaan laut.

Pratita Puradyatmika, General Superintendent of Highland Reclamation and Monitoring PT Freeport Indonesia selaku pendukung utama tim eksplorasi keanekaragaman hayati yang nama belakangnya digunakan sebagai nama jenis baru tumbuhan ini mengatakan eksplorasi untuk meneliti keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna, merupakan salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang dilakukan PTFI di seluruh area kerjanya.

"Dalam praktiknya, agar proses eksplorasi dapat dilakukan dengan lebih maksimal, kami selalu melibatkan sejumlah pihak, mulai dari institusi pendidikan, penelitian dan pengembangan hingga lembaga konservasi keanekaragaman hayati,” kata Pratita.

Penggunaan nama belakang Pratita Puradyatmika sebagai nama spesies baru sendiri merupakan bentuk penghargaan tim peneliti terhadap kontribusi Pratita.

Sejak program penelitian dan publikasi keanekaragaman hayati dilakukan oleh PTFI, Pratita banyak terlibat dalam ekspedisi dan publikasi berkelas dunia. Selain Pratita, proses eksplorasi dan publikasi Diplycosia puradyatmikai ini juga tidak terlepas dari peran Wendy Ahmad Mustaqim dari Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dan penetapan Diplycosia puradyatmikai sebagai spesies baru memakan waktu 35 tahun sejak spesimen pertama dikoleksi pada tahun 1985.

Lamanya proses ini antara lain dikarenakan kompleksnya area eksplorasi ekosistem alpin dan sulitnya menemukan kondisi fisik yang lengkap dari spesies tumbuhan tersebut. Meski studi lanjutan masih perlu dilakukan untuk menemukan manfaat langsung spesies baru ini, penemuan tersebut menjadi sebuah kemajuan akademis yang nyata.

Ahli botani dari Universitas Papua sekaligus Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat yang juga terlibat dalam penemuan dan publikasi ini, Prof Charlie D Heatubun mengatakan pendataan spesies secara menyeluruh dan mendalam yang dilakukan di wilayah kerja PTFI tidak hanya penting untuk menjamin kegiatan yang dilakukan perusahaan berdampak seminimum mungkin terhadap setiap spesies dan lingkungan setempat.
Pratita Puradyatmika selaku General Superintendent Departemen Environmental PTFI. (ANTARA/PTFI)


Lebih dari itu, katanya, pendataan spesies baru juga sangat berarti bagi dunia penelitian dan pengembangan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat umum saat ini maupun di masa yang akan datang, terutama dalam menyikapi dampak perubahan iklim, pemanasan global, dan kepunahan spesies di muka bumi.

Sejak 1997, Divisi Lingkungan Hidup PTFI terus mengeksplorasi keanekaragaman hayati.

Sejumlah pihak, baik domestik seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kebun Raya Bogor, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Diponegoro, Universitas Sriwijaya, Universitas Cenderawasih, dan Universitas Papua telah berkolaborasi bersama PTFI.

Selain itu juga terdapat lembaga internasional yang terlibat dala kegiatan ini seperti Royal Botanic Gardens Kew di Inggris, South Australian Museum, Bishop Museum, Western Australian Museum, Smithsonian Institution, Los Angeles County Museum, American Entomological Institute, University of Amsterdam, Leiden Herbarium Center, Basil Ornis Consults Netherland.

Melalui kegiatan eksplorasi, lebih dari 5.000 jenis spesies di sekitar area kerja PTFI, termasuk spesies baru, telah didata untuk diteliti dan dilestarikan.

“Pada masa transisi menuju era normal baru, kami perlu melakukan beberapa penyesuaian kegiatan agar dapat menerapkan protokol kesehatan dan keselamatan kerja yang telah dianjurkan oleh pemerintah dan diadaptasi oleh perusahaan. Salah satunya menunda kegiatan penelitian keanekaragaman hayati yang melibatkan institusi dari luar, yang memungkinkan kami untuk tidak bepergian atau bertemu dengan banyak orang di satu tempat secara bersamaan,” ujar Pratita.*