UGM mengerahkan ratusan peneliti berinovasi dukung penanganan COVID-19

id UGM,Peneliti,Covid-19,Forum rektor indonesia

UGM mengerahkan ratusan peneliti berinovasi dukung penanganan COVID-19

Ventilator atau alat bantu pernapasan buatan peneliti UGM. (FOTO ANTARA/Humas UGM)

Yogyakarta (ANTARA) - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengerahkan sebanyak 300 orang lebih peneliti dari berbagai disiplin ilmu untuk berinovasi mendukung percepatan penanganan COVID-19 di Tanah Air.

"Mereka melakukan penelitian-penelitian khususnya dalam empat bidang utama yakni terkait vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, serta pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19," kata Rektor UGM Panut Mulyono saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu.

Dengan didukung pendanaan yang bersumber dari internal UGM, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP ) Kemenkeu, menurut dia, ratusan peneliti itu terus berinovasi untuk membantu penanganan saat pandemi maupun pascapandemi COVID-19.

"Bukan hanya dari kedokteran dan farmasi saja, mereka juga berasal (fakultas) teknik, agro serta dari sosial humaniora," kata dia.

Saat ini, menurut Panut, setidaknya ada dua proyek penelitian unggulan yang diharapkan mampu membantu penanganan COVID-19 dalam waktu dekat.

Keduanya yakni ventilator atau alat bantu pernapasan di intensive care unit (ICU) dan Non-ICU serta alat "Rapid Diagnosis Test" (RDT) yang dibuat sendiri oleh UGM yang diberi nama Republik Indonesia Gadjah Mada Hepatika Airlangga (RI GHA).

Untuk ventilator ICU saat ini memasuki tahap uji coba di Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan (BPFK) di Surabaya, sedangkan ventilator non-ICU saat ini sedang diuji klinis di RSUP Dr Sardjito.

Berikutnya, kata dia, 'rapid test' buatan Indonesia yang dikembangkan UGM bersama Unair serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini dalam uji validasi di sejumlah rumah sakit di Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Sedangkan untuk penelitian vaksin, menurut dia, hingga saat ini para peneliti UGM terus berusaha meski masih terkendala fasilitas laboratorium yang harus memenuhi prinsip biosafety dan biosecurity.

"Untuk bekerja cepat, kita di fasilitas laboratorium yang belum terpenuhi karena ada syarat minimal biosafety level (BSL) 2+," kata dia.



Panut mengatakan selain mengerahkan para peneliti untuk berinovasi, sejak awal munculnya kasus COVID-19 di Indonesia, UGM langsung merespon dengan membentuk satuan tugas (Satgas) COVID-19.

"Sejak awal kami juga langsung menyiapkan laboratorium untuk uji PCR, serta membuat berbagai macam alat pelindung diri (APD)," kata Panut.

Direktur Penelitian UGM Prof Mustofa mengatakan sekitar 300 orang lebih peneliti itu bekerja sesuai dengan tema proposal penelitian yang telah diajukan dan disetujui Kemenristek yakni sebanyak 108 proposal penelitian.

"Jumlahnya 300 orang peneliti lebih karena satu proposal penelitian diikuti sampai tiga orang peneliti," kata dia.

Ia mengatakan total jumlah dana yang digunakan untuk membiayai seluruh penelitian mencapai Rp23 miliar yang bersumber dari internal UGM, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP ) Kemenkeu.

"Pembiayaan ini untuk satu tahun anggaran. Tetapi karena penelitian obat-obatan tidak cukup hanya satu tahun selesai, maka tahun berikutnya kami mengajukan lagi," kata Mustofa.